Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni hanya bisa ikut tertawa saat jadi bahan candaan rekan separtainya dan tim verifikasi faktual Komisi Pemilihan Umum, Rabu (20/12). Gara-gara kehilangan dompet, ia tak bisa menunjukkan kartu identitas saat KPU memverifikasi kepengurusan PSI.
KPU memang meminta pengurus partai politik menunjukkan dua identitas saat verifikasi faktual, yakni kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu tanda anggota (KTA) partai politik. Sebagai pengganti KTP, Toni menyerahkan surat keterangan kehilangan dari kepolisian. Ketua KPU Arief Budiman yang memimpin tim verifikasi faktual KPU di kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Jakarta lalu membacakan dengan rinci keterangan dari kepolisian itu, mulai dari waktu kejadian, lokasi, hingga barang apa saja yang hilang.
”Di sekitar Sarinah, dilaporkan hilang KTP, ATM, dan uang Rp 500.000,” kata Arief yang ditimpali rekannya sesama anggota KPU agar jumlah uang itu tidak perlu disebutkan. Hal tersebut kemudian mengundang tawa orang-orang yang berada di ruangan pertemuan yang terletak di lantai satu gedung DPP PSI itu. Arief kemudian menambahkan candaan dengan berujar, ”Wah, Sekjen ini uangnya Rp 500.000. Kalau segitu, saya juga enggak kalah.” Lagi-lagi, ujaran itu disambut gergeran tawa orang-orang di ruangan tersebut.
Suasana verifikasi faktual kepengurusan parpol tingkat pusat itu berjalan dengan gayeng, dan jauh dari kesan menyeramkan, kendati hasilnya juga punya dampak terhadap lolos atau tidaknya parpol menjadi peserta Pemilu 2019. Sesuai pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, di antara berbagai syarat menjadi peserta pemilu, parpol harus punya kepengurusan di pusat, 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten/kota dalam satu provinsi, serta 50 persen kecamatan dalam satu kabupaten/kota.
Di tingkat pusat, KPU memeriksa kondisi faktual kepengurusan parpol dengan pertemuan tatap muka, melihat KTP dan KTA parpol, lalu memeriksa apakah kepengurusan parpol di tingkat pusat itu memenuhi ketentuan minimal keterwakilan perempuan 30 persen, serta memeriksa kantor partai. Setelah memeriksa tiga hal itu, KPU menyatakan, di tingkat pusat, PSI memenuhi ketiga persyaratan tersebut. Dari sembilan pengurus DPP PSI, enam orang merupakan perempuan.
Namun, karena salah satu pengurus perempuan PSI masih dalam perjalanan dari luar kota, akhirnya KPU menghitung persentase dari lima pengurus yang hadir sehingga didapati persentase keterwakilan perempuan 55 persen. Verifikasi faktual yang dilakukan KPU di kantor DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) juga berlangsung santai. KPU menyatakan, setelah memverifikasi faktual, DPP Partai Perindo memenuhi persyaratan. Persentase keterwakilan perempuan di DPP Partai Perindo mencapai 32 persen, yakni 9 orang dari total 25 pengurus DPP.
Pertarungan di daerah
PSI dan Perindo merupakan 2 dari 12 parpol yang dinyatakan KPU lolos penelitian administrasi sehingga berlanjut ke verifikasi faktual. Namun, ketentuan UU No 7/2017 menyebutkan parpol yang sudah lolos verifikasi faktual pemilu terdahulu tidak perlu lagi menjalani verifikasi faktual. Alhasil, 10 parpol lama peserta Pemilu 2014 hanya perlu menjalani verifikasi faktual di daerah otonomi baru.
Selain itu, masih ada sembilan parpol yang mendaftar setelah terbit putusan Bawaslu yang saat ini masih menjalani tahap penelitian administrasi. Partai yang lolos, verifikasi faktualnya akan ”menyusul”. Di tingkat provinsi, verifikasi faktual juga dilakukan atas tiga hal, yakni kepengurusan, keterwakilan perempuan, dan kantor. Hanya saja, keterwakilan perempuan minimal 30 persen hanya wajib di tingkat pusat.
Sementara di kabupaten dan kota, verifikasi faktual juga akan dilakukan terhadap tiga hal itu, ditambah dengan pemeriksaan terhadap keanggotaan minimal parpol, yakni minimal 1.000 atau 1/1.000 dari jumlah penduduk di kabupaten/kota. Berdasarkan catatan atas proses verifikasi faktual parpol jelang Pemilu 2014, keanggotaan minimal ini yang menjadi salah satu penyebab utama banyak parpol tidak lolos. Namun, kondisi ini tidak membuat risau Perindo dan PSI. Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo mengatakan, Perindo sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri sebaik mungkin.
”Untuk kepengurusan, bukan hanya ikut aturan (minimal), tetapi 100 persen di seluruh tingkatan, termasuk di kecamatan,” katanya.
Ketua Umum PSI Grace Natalie juga mengutarakan optimismenya. Menurut dia, PSI sudah mempersiapkan diri sejak tiga tahun lalu. ”Anggota, kantor, dan pengurus ada. Kami tidak gentar menjalani proses untuk menjadi peserta Pemilu 2019,” katanya.
Agar proses ini berjalan baik, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, KPU di daerah perlu bekerja dengan cermat dalam menjalankan verifikasi faktual, termasuk di daerah-daerah dengan kondisi geografis sulit. Selain itu, petugas KPU yang memverifikasi di lapangan juga perlu menghindarkan diri dari iming-iming dan intimidasi, sekaligus memastikan proses berlangsung terbuka dan akuntabel. ”Agar tidak timbul kecurigaan atas proses verifikasi di lapangan,” katanya.
Sumber: Harian Kompas, 21 Desember 2017