Sejumlah partai politik (parpol) baru yang berharap bisa mengikuti Pemilu 2019, menyadari tantangan terbesar yang dihadapi saat ini karena belum banyak publik yang mengenalnya. Kenyataan itu membuat elektabilitas parpol baru rata-rata rendah dalam survei sejumlah lembaga.
Oleh karena itu, dalam sisa waktu satu tahun ke depan, parpol baru mengintensifkan sosialisasi kepada publik. Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie.
“Tantangan terbesar yang dihadapi partai baru adalah belum dikenal,” katanya, saat dihubungi, di Jakarta, Jumat (26/1). Menurutnya, menjadi parpol yang belum dikenal secara luas oleh publik, jauh lebih baik ketimbang berstatus parpol lama dan sudah dikenal namun tidak dipilih publik.
“Kalau teorinya publik belum yakin, berarti publik sudah tahu partainya namun memutuskan untuk tidak memilih. Berbeda dengan belum dikenal seperti partai kami,” ujarnya. Namun, Grace mengakui, untuk lebih menyosialisasikan partainya kepada publik, PSI menghadapi resistensi besar. Hal ini terkait dengan anggapan publik partai identik dengan politik yang kotor dan korup.
“Buah dari praktik kotor dalam politik yang telah berdekade terjadi, parpol mendapat label buruk, dan itu melekat di benak masyarakat. Hingga dampaknya adalah masyarakat tidak mau tahu dan tidak mau terlibat, termasuk dengan partai baru,” ungkapnya.
Oleh karenanya, selama tiga tahun sejak berdiri, PSI terus menyosialisasikan diri sembari mengedukasi masyarakat bahwa ada cara baru yang lebih bersih yang bisa dilakukan.
Sementara itu, Sekjen PSI Raja Juli Antoni menyatakan raihan elektabilitas PSI sejauh ini di angka 0,3%-1,9% sudah patut di-syukuri. Hal itu mengingat pengalaman berpolitik kader PSI masih sangat terbatas.
“Dengan hitungan optimistis, dengan margin survei itu plus minus 2%, pemilih PSI sudah mencapai sekitar 2-3%. Tentu ini berita baik bagi pendatang baru di politik Indonesia dengan pengalaman politik yang hampir tidak ada,” katanya.
Hal yang menarik dari beberapa survei menunjukan bahwa mayoritas orang yang mengenal PSI berpandangan positif, atau paling tidak netral. Kenyataan itu dimaknai bahwa PSI sudah dikenal dan relatif berhasil membangun citra sebagai partai baru dan menjadi alternatif pilihan publik.
Senada dengan Grace, Raja mengungkapkan, tantangan ke depan menghadapi Pemilu 2019 adalah meningkatkan popularitas dan kesadaran publik, sehingga lebih banyak orang mengenal PSI dan terkonversi menjadi pemilih.
“Hasil survei ini dapat dijadikan kajian internal untuk menentukan langkah politik ke depan,” ujarnya. Terkait masih rendahnya elektabilitas. Raja beralasan salah satunya akibat seluruh pengurus tersedot energi dan perhatiannya menghadapi verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar dapat lolos menjadi partai peserta Pemilu 2019.
Ditargetkan, pada pertengahan Februari nanti, setelah PSI resmi dinyatakan sebagai peserta pemilu, seluruh kader akan mengakselerasi sosialisasi untuk mengejar elektabilitas.
Sumber: Suara Pembaruan, 26 Januari 2018