PAN Pertahankan Taufik Kurniawan di DPR Jadi Preseden Buruk

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengkritisi keputusan Partai Amanat Nasional (PAN) yang membiarkan kadernya, Taufik Kurniawan, tetap menjadi wakil ketua DPR, bahkan sampai berstatus terpidana.

“Rekan-rekan di PAN sama sekali tidak sensitif pada isu korupsi. Taufik, yang sudah resmi menjadi tersangka sejak awal November 2018, tidak ditarik dari kursi pimpinan DPR. Ini sungguh preseden buruk,” kata Juru Bicara PSI, Dini Purwono, dalam keterangan pers, Rabu 17 Juli 2019.

Kejadian ini, kata Dini, sungguh memperlihatkan bahwa korupsi masih diperlakukan sebagai kejahatan biasa oleh PAN, bukan kejahatan luar biasa.

Pada Senin 15 Juli 2019, Taufik divonis 6 tahun penjara setelah terbukti menerima suap atas pengurusan dana alokasi khusus untuk Kabupaten Kebumen dan Purbalingga. Taufik juga harus membayar denda Rp 200 juta yang jika tidak dibayarkan harus diganti dengan kurungan 4 bulan.

Pasal 87 dan 88 UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) mengatur tentang alasan pemberhentian pimpinan DPR. Mekanisme pemberhentian pimpinan DPR diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPR No 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.

Dalam ketentuan tersebut tidak disebutkan bahwa pergantian kursi pimpinan DPR tak bisa dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan sebelum masa jabatan habis. Batasan 6 bulan tersebut hanya disebutkan untuk anggota DPR.

“Yang jelas Pasal 87 ayat (2) huruf c mengatur bahwa pimpinan DPR diberhentikan apabila dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih,” jelas Dini.

“Lagipula kalau PAN beranggapan ketentuan UU nya tentang batasan 6 bulan tersebut juga berlaku kepada pimpinan DPR, seharusnya PAN sudah menarik Taufik pada April lalu. Tapi yang terjadi justru PAN membiarkan Taufik tetap di posisinya. Kalau seperti sekarang, sejarah akan mencatat bahwa posisi wakil ketua DPR pernah dijabat seorang terpidana korupsi. Dan ini preseden yang sangat buruk,” kata Dini yang meraih master dari Harvard Law School.

Di sisi lain, dari keterangan Sekretariat Jenderal DPR, Taufik masih memperoleh hak sebagai anggota DPR berupa gaji dan fasilitas lain, dari November 2018 sampai Juli 2019.

“Ini sangat ironis dan tidak adil. Bayangkan, seorang terdakwa dan pekan ini terpidana, tetap digaji dengan uang rakyat. Jangan berlindung dengan alasan aturan hukum apalagi mengada ada, kalau memang PAN betul anti korupsi harusnya PAN punya sensitivitas dan tidak membiarkan hal ini terjadi. Pembiaran korupsi itu sama buruknya dengan melakukan korupsi,” pungkas Dini.

Recommended Posts