Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyarankan pemerintah Indonesia untuk melarang mudik. Sangat logis prediksi bahwa mudik tahun ini akan menjadi ajang penyebaran virus Corona di desa-desa.
“Mudik harus dilarang. Kalau hanya imbauan bisa dipastikan tidak akan efektif. Jika mudik dibiarkan, artinya kita mempertaruhkan ribuan, bahkan puluhan ribu nyawa, rakyat kita di desa-desa, di kampung-kampung,” kata Juru Bicara PSI, Nanang Priyo Utomo, dalam keterangan tertulis, Kamis 2 April 2020.
Kebijakan membolehkan mudik tapi para pemudik harus menjalani isolasi mandiri selama 14 hari dan berstatus orang dalam pemantauan (ODP) tidak realistis.
“Mereka mudik itu mau bersilaturahmi dan bertemu keluarga. Jadi bagaimana mungkin mengharapkan mereka menjalankan isolasi mandiri?!” ujar Nanang.
Nanang menyadari, gelombang mudik dini sudah terjadi. Namun belum terlambat kiranya jika pelarangan diterapkan sekarang. Sebab, mereka yang sudah mudik itu kebanyakan pekerja informal. Pekerja formal masih terikat dengan aturan libur nasional.
PSI setuju dengan usulan Presiden Joko Widodo yang ingin mengganti jadwal mudik pada hari libur nasional setelah Idul Fitri.
“Usulan Pak Jokowi tersebut jauh lebih realistis dan rasional. Masyarakat tetap bisa mudik, tetapi waktunya diundur beberapa bulan sampai wabah hilang. Toh esensinya sama, yaitu berkumpul bersama keluarga. Tinggal para menteri terkait menerjemahkan ide tersebut secara tepat dalam rencana yang lebih konkret,” kata kader Nahdlatul Ulama (NU) ini.
Patut diingat, Idul Fitri tahun akan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa terkait penyelenggaraan ibadah dalam situasi menyebarnya wabah virus Corona.
Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 itu menyatakan, bila penyebaran Corona sudah dalam kategori membahayakan, masyarakat tidak diperkenankan melakukan ibadah salat secara berjemaah, termasuk salat tarawih dan salat Idul Fitri.
Muhammadiyah juga telah menerbitkan surat edaran yang menyatakan bahwa salat tarawih berjamaah dan salat Idul Fitri dapat ditiadakan jika virus corona masih membahayakan.
“Jika tarawih dan salat Idul Fitri saja ditiadakan, ya tak ada lagi alasan untuk mudik di masa Corona. Sungguh, mudaratnya jauh lebih besar ketimbang manfaatnya. Ditunda saja sampai wabah mereda,” kata Nanang.
Juga harus diingat sarana dan prasarana kesehatan di daerah kalah tertinggal dengan di Jabodetabek, baik dari segi jumlah maupun mutu.
“Jika ada ledakan jumlah positif Corona di daerah, kita akan sangat kewalahan. Sebelum itu terjadi, larang mudik sampai Corona mereda,” pungkas Nanang.