Misi kemanusiaan terus bergulir di Kabupaten Asmat, Papua, lokasi terjadinya kejadian luar biasa (KLB) campak dan banyak kasus gizi buruk. Hingga Selasa (16/1) malam WIT, sesuai informasi yang dihimpun Kompas, jumlah korban meninggal akibat campak dan gizi buruk di Asmat sejak Oktober 2017 mencapai 67 anak.
Kementerian Kesehatan mulai mengintervensi KLB campak dan gizi buruk di Asmat, dengan mengirimkan bantuan tenaga medis dan logistik. Intervensi dilakukan agar penanggulangan campak dan gizi buruk di wilayah terdampak bergulir lebih cepat.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan, penyebaran penyakit di Asmat berlangsung amat cepat. Karena itu, Kemenkes perlu terjun langsung untuk membantu. ”Awalnya kami berharap teman-teman di provinsi mampu mengatasinya, tapi tampaknya eskalasinya cepat. Jadi, Kemenkes menganggap perlu mengintervensi masalah di Asmat,” kata Oscar dalam jumpa pers di kantor Kemenkes di Jakarta, kemarin.
Oscar menjelaskan, 39 tenaga medis telah dan akan dikirim Kemenkes ke Asmat. Pengiriman itu dalam dua tahap, yakni Selasa (16/1) dan Selasa (23/1) pekan depan. Ke-39 tenaga medis itu terdiri dari 11 dokter spesialis, 4 dokter umum, 3 perawat bedah, 2 penata anestesi, dan 19 tenaga kesehatan yang terdiri dari ahli gizi, ahli kesehatan lingkungan, dan petugas surveilans.
Kemenkes juga mengirimkan 1.100 vail vaksin campak, tiga ton makanan tambahan, obat-obatan, dan 2.000 tablet disinfektan untuk membunuh bakteri di air bersih. Selain imunisasi campak, Kemenkes juga menjalankan imunisasi dasar.
Program pendampingan
Di Agats, ibu kota Kabupaten Asmat, Pemerintah Kabupaten Asmat menyiapkan program pendampingan secara berkelanjutan di kampung-kampung yang masih tertinggal dalam pelayanan kesehatan. Hal itu dilakukan guna mencegah kembali merebaknya campak dan gizi buruk yang selama empat bulan terakhir merenggut nyawa puluhan anak di Asmat.
Hal itu diungkapkan Bupati Asmat Elisa Kambu seusai meninjau pasien yang dirawat karena campak dan gizi buruk di Rumah Sakit Agats, Selasa. Dari pantauan Kompas, hingga Selasa, sebanyak 15 orang masih dirawat di RS Agats karena gizi buruk dan campak. Dari jumlah itu, tiga anak balita dan satu dewasa merupakan pasien baru yang mengalami gizi buruk. Kondisi keempatnya sangat kurus.
Sejak 8 Januari, RS Agats merawat 18 pasien campak dan gizi buruk. Dari jumlah itu, tiga pasien anak yang mengalami gizi buruk meninggal.
Elisa mengatakan, Pemkab Asmat memfokuskan pemberian vaksin campak ke semua kampung di pedalaman Asmat. Setelah ini tuntas, katanya, barulah pendampingan dimulai.
”Kegiatan pendampingan berupa penyediaan tenaga kesehatan untuk memantau kondisi kesehatan warga. Selain itu, kami menyediakan bahan pokok bagi setiap keluarga yang mengalami gizi buruk,” kata Elisa.
Ia menuturkan, kegiatan pendampingan membutuhkan jumlah tenaga kesehatan yang banyak sehingga bisa menjangkau semua 224 kampung di Asmat yang tersebar di 23 distrik (setingkat kecamatan). Karena itu, ujarnya, pihaknya akan menjajaki kerja sama dengan sejumlah lembaga untuk penyediaan tenaga kesehatan di Asmat. ”TNI memiliki tenaga dokter spesialis dan dokter umum yang memadai. Kami bisa bekerja sama dengan TNI,” ujar Elisa.
Komandan Resor Militer 174/Merauke Brigadir Jenderal Asep Gunawan mengatakan, 36 dokter dan sejumlah tenaga kesehatan dari Mabes TNI akan bertugas di RS Agats dan sejumlah kampung dengan kasus campak dan gizi buruk yang tinggi. ”Tim medis kami siap ditugaskan di pedalaman Asmat dengan jangka waktu yang lama agar masyarakat bisa mendapatkan layanan kesehatan yang baik,” kata Asep.
Pemerintah Kota Surabaya juga mengirimkan bantuan tahap kedua kepada korban KLB campak dan gizi buruk di Asmat. Bantuan kali ini berupa makanan bergizi dan obat-obatan. ”Pengiriman pertama itu dilakukan secepat mungkin agar korban segera mendapatkan bantuan. Sekarang masih ada yang tertinggal sebanyak 20 koli sehingga akan dikirim lagi,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Selasa.
Selasa malam, sumbangan Dana Kemanusiaan Kompas, yang dihimpun dari pembaca harian Kompas, dibawa ke Timika dengan pesawat Airfast Indonesia. Pesawat maskapai Airfast Indonesia selama ini banyak digunakan untuk aktivitas PT Freeport Indonesia.
Elisa juga menyambut 53 personel tim medis anggota Satgas Kesehatan TNI KLB yang tiba di Lanud Timika, Papua, Selasa. Ke-53 tenaga medis TNI itu akan bergabung dengan 30 personel tim kesehatan dan Kodam Cendrawasih dan Korem 174/ATW, guna menanggulangi KLB campak dan gizi buruk.
Provinsi Papua, termasuk Asmat, sebenarnya berpeluang membenahi masalah kesehatan melalui fasilitas dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat. Dana otsus itu sebanyak 2 persen dari dana alokasi umum nasional dalam APBN. Dana otsus terutama ditujukan untuk pendanaan di bidang pendidikan dan kesehatan.
Pembagiannya, Provinsi Papua menerima 70 persen dan Papua Barat 30 persen. Mengutip nota keuangan APBN 2018, dana tambahan infrastruktur otsus juga diberikan kepada dua provinsi itu sehingga sekurang-kurangnya selama 25 tahun sejak 2008, semua kabupaten/kota, distrik, atau pusat-pusat penduduk lainnya terhubungkan dengan transportasi darat, laut, dan udara yang berkualitas. (FLO/SYA/DD18/LAS/EDN)
Sumber: Harian Kompas, 17 Januari 2018