Merawat Ingatan, Merawat Indonesia: Refleksi atas 24 Tahun Reformasi

Suci Mayang Sari

Aktivis 98 Trisakti dan Bendahara Umum DPP PSI

 

Bulan Mei ini, kita memperingati 24 tahun reformasi. Gerakan yang dipelopori anak-anak muda yang menumbangkan kekuasaan otoriter Orde Baru.

Pada saat bersamaan, awal Mei ini Filipina menggelar hasil pemilihan presiden yang hasilnya mengejutkan. Anak mantan diktator, Bongbong Marcos terpilih menjadi Presiden Filipina dan mendapat dukungan suara signifikan dari para pemilih muda yang lupa akan sejarah, tentang apa yang dilakukan bapak dari Bongbong yakni Ferdinand Marcos yang menjadi diktator puluhan tahun, berkuasa secara sewenang-wenang dan korup. Hanya tiga puluh enam tahun setelah Ferdinand Marcos tumbang, anaknya Bingbong terpilih sebagai presiden baru Filipina.

Bongbong berhasil menang dengan jumlah suara dua kali lipat mengalahkan Leni Robredo mantan pengacara Hak Asasi Manusia (HAM). Bongbong anak mantan diktator pelanggar Hak Asasi Manusia sementara Leni Robredo adalah mantan pengacara HAM.

Fenomena lain terlihat dari pemilihan presiden Prancis yang berlangsung April lalu. Marine Le Pen, kandidat dari partai sayap kanan berhasil meraih 43 persen. Padahal, sepuluh tahun lalu Partai Nasional hanya meraih 18 persen dukungan.

Lewat kampanye “France First“ Marine Le Pen menawarkan ilusi tentang front persatuan dengan warna nasionalistik. Hasilnya, ia berhasil meraih dukungan dari kaum muda. Hampir separuh pendukung Le Pen adalah pemilih muda yang terpesona oleh ide persatuan nasional.

Dari kedua fenomena terakhir, muncul pertanyaan: ada apa dengan anak muda dunia?

Pandangan Anak Muda Dunia

Menurut laporan Global State of Democracy 2019, erosi demokrasi sedang terjadi. Baik di negara-negara demokrasi yang lebih tua maupun negara demokrasi muda. Di banyak negara demokrasi saat ini bermunculan para penantang populis yang mengabaikan prinsip demokrasi. Kaum populis ini memanfaatkan ketidak puasan warga negara akibat meningkatnya korupsi, migrasi massal, pengangguran dan rasa ketidak amanan akibat meningkatnya radikalisme Islam.

“Kemunduran demokrasi terjadi bersamaan dengan bangkitnya politisi dan gerakan populis yang membuat lebih banyak pemilih merasa tertarik, terutama di Eropa, begitu juga di Amerika serta Asia dan Pasifik. Kendati bentuknya berbeda sesuai dengan konteks budaya dan regional,” demikian pernyataan Global State of Democracy 2019.

Penelitian lain sebelumnya di tahun 2016 memperlihatkan fakta menurunnya dukungan terhadap ide-ide demokrasi dan hak asasi manusia di kalangan anak muda dunia. Anak muda tidak lagi menganggap demokrasi penting dan tidak mempersoalkan otoritarianisme. Penelitian yang dilakukan Yascha Mounk dan Roberto Stefan Foa dalam “The Danger of Deconsolidation: The Democratic Disconnect” menemukan bahwa kaum muda tak masalah dengan bentuk pemerintahan otoriter dan bahkan mereka akan baik-baik saja bila terjadi kudeta militer di negaranya. Mereka tidak begitu mendukung ide kebebasan berbicara dan sebaliknya dukungan atas radikalisme politik meningkat.

Penjelasannya, para anak muda ini dibesarkan dalam kehidupan demokrasi dan ekonomi yang stabil. Mereka tidak pernah merasakan susahnya berjuang mendapatkan kebebasan dan demokrasi. Mereka tak pernah mengalami kehidupan di bawah rezim otoritarianisme.

 

Anak Muda Indonesia: Harapan dan Kecemasan

Sejumlah survei memperlihatkan beberapa hal yang kontradiktif terkait pandangan anak muda Indonesia. Ada harapan, tapi juga ada tantangan di depan mata.

Survei Indikator Politik Indonesia  mencatat munculnya intoleransi politik di kalangan anak muda Indonesia. 38,6 persen anak muda menyatakan keberatan jika Indonesia dipimpin oleh presiden berbeda agama, dan sekitar 29 persen keberatan orang yang berbeda agama menjadi kepala daerah, baik gubernur maupun walikota/ bupati.  Sikap eksklusif juga terpotret muncul di kalangan anak muda. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyebut 52,9 persen anak muda setuju Indonesia diatur dengan syariat Islam, sementara 48,7 persen mendukung bahwa etnis Tionghoa seharusnya punya hak lebih sedikit dibanding Muslim.

Namun Survei Indikator Politik Indonesia yang dipublikasikan pada Maret 2021 ini juga memperlihatkan 76 persen anak muda percaya bahwa demokrasi, meskipun tidak sempurna, adalah sistem pemerintahan terbaik. Dari survei itu juga terlihat bahwa 59,7 persen anak muda tidak setuju Indonesia kembali ke sistem pemerintahan Orde Baru.

Sementara pada satu pihak ada optimisme di kalangan anak muda. Jajak pendapat Gallup-UNICEF berjudul “Changing Childhood” memperlihatkan anak muda Indonesia berusia 15-24 percaya kehidupan mereka hari ini lebih baik dibanding masa muda orang tua mereka, terutama dalam hal pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dalam aspek ini artinya mereka mengakui adanya kemajuan dalam kesejahteraan rakyat dibanding orang tua mereka yang hidup pada masa Orde Baru.

Penelitian-penelitian terpisah ini memperlihatkan bahwa mayoritas anak muda mendukung demokrasi dan kemajuan yang dibawa oleh sistem demokrasi, dan mereka tidak ingin kembali ke era otoritarianisme Orde Baru.

Pentingnya Pendidikan Formal

Berbagai temuan tadi mengisyaratkan satu hal: pentingnya memperkuat institusi formal pendidikan dalam aspek sejarah dan hak kewarganegaraan. Hingga kini, Reformasi 98 tidak diajarkan di bangku sekolah secara resmi. Anak-anak muda tidak mendapat pengetahuan yang memadai tentang apa yang terjadi pada masa otoritarianisme Orde Baru, di mana kekuasaan yang otoriter tanpa kontrol membawa Indonesia ke jurang krisis ekonomi dan kemanusiaan. Penembakan mahasiswa Trisakti, penculikan dan penghilangan paksa para aktivis dan mahasiswa menjelang 98 harus diajarkan di kelas-kelas sekolah kita.

Sementara temuan mengenai sikap intoleran di kalangan anak muda adalah peringatan bagi kita semua tentang pentingnya memperkuat pendidikan mengenai hak kewarganegaraan. Bahwa Indonesia adalah hasil jerih payah seluruh kelompok masyarakat. Bahwa hak seorang warganegara setara, apapun latar agama dan sukunya.

Itulah cara yang bisa kita tempuh untuk menjaga anak muda. Merawat masa depan Indonesia.

Dimuat di: https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/05/30/merawat-ingatan-merawat-indonesia

 

Recommended Posts