Merawat Ingatan, Merapal Masa Depan Bangsa

Rubrik Kebudayaan – Koran Solidaritas Edisi III

Oleh: E.S Ito (Novelis dan Penulis Film)

Tujuh puluh tahun usia Republik Indonesia. Bukan perjalanan singkat untuk sebuah bangsa. Sepanjang usia Republik ini berliku jalan telah dilewati. Setiap masa menghasilkan kisah masing-masing bagai untaian drama dengan lakon berbeda-beda. Sejarah kita menghasilkan orang-orang besar, memberikan inspirasi bagi kita yang hidup hari ini. Di lain sisi, sejarah kita juga tidak luput dari tragedi-tragedi besar yang seharusnya jadi guru terbaik kita di masa sekarang. Merawat ingatan kolektif bangsa, bukan sekedar menghapal tanggal, nama dan peristiwa untuk kemudian menjadikannya seremonial atau libur nasional. Lebih dari itu, merawat ingatan adalah pekerjaan tiada ujung. Membuka seluas-luasnya diskursus, perdebatan dan keragaman sudut pandang sehingga menutup pintu terhadap satu kebenaran tunggal sejarah.

Disadari atau tidak, sejarah adalah proyeksi masa depan. Kita menengok ke belakang untuk merapal apa yang akan datang. Jika kita tidak memiliki kekayaan sudut pandang terhadap sejarah bangsa bagaimana bisa kita membuka berbagai kemungkinan di masa depan.  Sepanjang masa Orde Baru kita telah merasakan bagaimana tafsir tunggal terhadap sejarah membutakan kita untuk melihat realitas yang akan datang. Bahwa drama-drama yang terjadi di masa silam akan muncul lagi dalam bentuk berbeda di masa depan.

Kisruh era parlementer tergambarkan oleh keriuhan DPR masa sekarang. Pergolakan PRRI/PERMESTA seolah baru menemukan jawaban ketika di era reformasi otonomi daerah mulai dijalankan. Dan begitu banyak contoh lainnya. Jika kita boleh berandai-berandai ; bila saja orde baru tidak menghitam putihkan sejarah mungkin tidak akan berliku jalan transisi menuju reformasi. Kita akan lebih punya banyak waktu untuk terus membangun daripada menambal sulam bangsa yang tersobek-sobek.

Di era reformasi, bangsa kita mulai berani menengok ke belakang dengan sudut pandangnya masing-masing. Gagasan-gagasan rekonsiliasi untuk mengobati tragedi yang terjadi mengemuka. Pemikiran-pemikiran para pendiri bangsa dikuliti kembali. Dan beberapa tahun belakangan kita melihat sejarah bangsa mulai muncul kembali dalam media budaya populer seperti film. Pertanyaannya yang kemudian muncul, dengan perkembangan yang terjadi belakangan itu sudahkah kita bisa merumuskan masa depan dengan berkaca pada masa silam?

Sementara kita masih melihat banyak kegundahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Kita masih bertanya-tanya, apakah jalan yang kita tempuh sekarang sudah sama arahnya dengan cita-cita ketika bangsa ini didirikan. Atau perkembangan zaman menuntut kita untuk menyesuaikan segala sesuatunya termasuk ideologi bangsa. Kaum intelektual seharusnya menjadi jembatan untuk merumuskan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas. Sebab apabila semua orang sudah berani menyampaikan sudut pandangnya masing-masing, tugas kaum intelektual lah untuk menemukan benang merah bagi kemaslahatan bersama.

Dulu Bung Karno mewanti-wanti kita agar jangan sekali-kali melupakan sejarah. Saat ini, kita tidak saja dituntut untuk tidak melupakan sejarah tetapi juga merawatnya agar menjadi sesuatu yang produktif di masa sekarang. Kita  menyaksikan berbagai gerak maju sebuah bangsa di era modern ini senantiasa dilandasi energi masa silam yang bersumber pada sejarah mereka masing-masing.

Kita merawat pemikiran para pendiri bangsa sembari belajar dari tragedi yang berulangkali terjadi. Harapannya, dengan merawat masa lalu kita bisa menjaga akal sehat bangsa. Dengan upaya tiada henti merapal masa depan, kita akan jauh lebih siap dibandingkan para pendahulu kita. Dan di masa depan nanti, generasi penerus akan merawat warisan dari kerja kita di masa sekarang.

Recommended Posts