Di tengah berbagai upaya menciptakan dunia yang adil dan setara antara laki-laki dan perempuan, kekerasan seksual terhadap perempuan berlanjut.
Protes atas kekerasan terhadap perempuan mendapat momentum secara global dalam malam penganugerahan penghargaan Golden Globe di Beverly Hilton, Beverly Hills, California, Minggu (7/1) malam waktu setempat. Para bintang dari kalangan aktris, agen, penulis, sutradara, hingga eksekutif dunia hiburan mengenakan pakaian warna hitam, beberapa ditambah pin bertuliskan Time’s Up.
Protes atas pelecehan seksual terhadap perempuan menjadi perhatian dunia sejak kampanye Presiden AS pada 2016. Sikap masyarakat AS mulai terpecah ketika Donald Trump yang pernyataannya di sana dianggap sebagai antiperempuan akhirnya terpilih menjadi presiden. Pada 21 Januari 2017, perempuan dan laki-laki di AS berkampanye melalui Women’s March memperjuangkan hak-hak sipil dan hak asasi manusia, termasuk hak-hak perempuan.
Pesan pada malam penganugerahan Golden Globe sangat kuat. Bukan hanya karena disampaikan tokoh-tokoh penting industri film dan televisi AS dalam acara yang ditayangkan langsung ke seluruh dunia, melainkan juga karena pelecehan dan kekerasan seksual masih terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, saat ini anggota masyarakat tengah mendorong agar DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual untuk melindungi perempuan dan anak. Komnas Perempuan mencatat, kekerasan berbasis jender yang berakibat kematian perempuan terus berlanjut dan tidak sedikit yang didahului dengan kekerasan seksual.
Pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan seperti fenomena gunung es, yang terungkap hanya bagian sangat kecil. Pelecehan dan kekerasan terjadi karena relasi kuasa yang timpang. Korban biasanya tidak mau melaporkan pelecehan atau kekerasan, terutama ketika pelakunya orang dekat, bisa anggota keluarga atau atasan di tempat kerja. Keengganan atau ketakutan melapor karena masyarakat, bahkan beberapa pejabat tinggi kita, biasanya akan menyalahkan korban.
Pelecehan seksual hanyalah salah satu persoalan dalam upaya membangun masyarakat adil dan setara jender. Dalam lapangan kerja, diskriminasi masih terjadi meskipun secara hukum Indonesia mengakui persamaan hak dan kewajiban warga negara. Upah pekerja perempuan masih lebih rendah dari laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Perempuan masih menghadapi langit-langit kaca di tempat kerja meskipun banyak bukti memperlihatkan perempuan memberi perspektif yang berdampak positif dalam pengambilan keputusan karena memiliki pengalaman berbeda dibandingkan dengan laki-laki, terutama karena perbedaan fungsi reproduksi.
Kita tidak ingin mempertentangkan laki-laki dan perempuan, tetapi ingin ada interdependensi yang berbasis pada kesetaraan dan keadilan. Pendidikan dapat mengubah sudut pandang masyarakat, tetapi juga dapat melalui peraturan. Namun, contoh dari para tokoh masyarakat adalah cara yang harus juga dilakukan.
Sumber: Tajuk Rencana Harian Kompas, 10 Januari 2018