Mengenal Sosok Dedek Prayudi, Generasi Muda Untuk Politik Pintar Berbasis Data

Oleh: Muchamad Sidik

~ Muggle Writer & Half-blood Musician ~

Sosok Dedek Prayudi dikenal sebagai peneliti kebijakan kependudukan dan pegiat toleransi melalui komunitas yang dibesutnya pada tahun 2012 yang bernama 4.20 Society. Tulisannya mengenai urbanisasi dan demografi yang baru-baru ini dimuat di beberapa media cukup menarik untuk diulas mengingat dinamika pembangunan berkelanjutan yang selalu diusung Pemerintah dari masa ke masa dilingkupi oleh kedua topik tersebut. Sejak tahun 2017 hingga kini, Dedek eksis bersama Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai kader dan bakal calon legislatif.

Uki, nama panggilan Dedek, lahir dan besar di Jakarta 33 tahun silam. Meskipun di masa kecilnya tergolong bandel, Uki selalu menempati peringkat teratas di kelas dan selalu menjadi utusan sekolah dalam berbagai kompetisi akademik. Bagi Uki, berprestasi secara akademis saja tidaklah cukup. Uki kemudian juga aktif di dalam beragam perkumpulan, organisasi atau setidaknya berkumpul bersama teman-temannya untuk berolahraga.

Ketertarikannya pada dunia sosial politik membuatnya memilih bidang ilmu politik dan sosiologi untuk studi sarjananya di Wellington, Selandia Baru. Bagi Uki, ilmu politik mengajarkan cara menggapai dan mengelola kekuasaan, sedangan sosiologi mengajarkannya mengenal dan memahami masyarakat. Menurutnya, kombinasi kedua bidang ilmu tersebut sangat penting dan aplikatif dalam memahami fenomena sosial dan dinamikanya. Kecintaannya pada bangsa disertai cita-citanya untuk berkontribusi bagi Indonesia kemudian membawanya menjadi Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia-Wellington (PPIW). Melalui PPIW, Uki mendapatkan platform untuk menyuarakan aspirasi mahasiswa Indonesia dalam berbagai bidang di Wellington.

Sepulangnya ke Indonesia, Uki sempat bekerja di beberapa perusahaan dan bergabung ke beberapa partai politik. Atmosfir politik yang tidak sehat dan penuh dengan unsur korupsi membuat Uki menjadi ‘jijik politik’ dan memutuskan untuk kembali melanjutkan studi.

Pada tahun 2009, Uki mendapatkan beasiswa di Swedia dengan pengkhususan bidang studi Demografi, sebuah cabang ilmu sosial yang menggunakan logika serta analisa berbasis statistik. Keterbatasan biaya membuat Uki harus bekerja sambil kuliah di Swedia. Pria berdarah Minang tersebut menjalani berbagai pekerjaan, mulai dari pengantar koran hingga pembersih genteng demi tidak merepotkan orang tuanya di Indonesia yang telah memasuki usia pensiun.

Pengalamannya tinggal di Selandia Baru membuat pikiran Uki terbuka dengan keragaman dan toleransi. Akan tetapi, Uki mendapatkan pengalaman batin yang semakin menggerakkan nurani toleransinya di Swedia. Suatu ketika, Uki melihat seorang muslim sedang sholat di peron kereta di kota Stockholm. Uki mengira orang-orang akan sinis terhadap sang muslim, akan tetapi pada kenyataannya mereka berjalan di belakang muslim yang sedang sholat tersebut dan berlaku sewajarnya atas dasar saling menghormati. Uki berpikiran bahwa menjadi minoritas di negeri orang ternyata lebih mudah daripada di negaranya sendiri.

Untuk itu, sekembalinya dari Swedia, Uki membentuk suatu wadah bagi anak muda yang dapat dijadikan platform untuk berkarya dan menyuarakan pentingnya menghormati perbedaan dan merawat toleransi. Wadah tersebut dinamakan 4.20 Society yang berslogan Respect Differences, Enjoy Tolerance. Komunitas 4.20 Society kini memiliki ribuan anggota yang tersebar di Pulau Jawa hingga Sumatera dan Sulawesi Selatan. Kegiatan-kegiatan musik indie dan clothing menjadi aktivitas utama komunitas tersebut.

Selain aktif di komunitasnya, Uki juga bekerja sebagai peneliti di berbagai instansi. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, dan United Nations Population Fund (UNFPA) pernah menjajal kemampuan Uki di bidang penelitian. Mengolah dan menganalisa data hingga terjun ke pedalaman telah dijalani Uki sebagai peneliti. Di UNFPA, cakupan informasi Uki semakin luas di mana dirinya menyadari bahwa isu kependudukan merupakan isu multi-sektor yang berpotensi menjadi manfaat sekaligus malapetaka bagi negara. Orientasi pembangunan yang membutuhkan komitmen politik para politisinya membuat Uki tertarik untuk terjun kembali ke ranah tersebut.

Melalui teman semasa sekolahnya, Giring “Nidji” Ganesha, Uki mengenal PSI. Setelah melakukan assessment tersendiri terhadap profil dan kader partai tersebut, Uki memutuskan bergabung dengan PSI sebagai kendaraan politiknya untuk berkontribusi bagi bangsa. Cita-cita Uki yang ingin diwujudkan bersama PSI adalah memberantas perilaku koruptif, merawat toleransi pada tingkat akar rumput dan memetik bonus demografi melalui pembangunan sumber daya manusia berbasis IPTEK. Selain itu, Uki memprioritaskan simpul-simpul perjuangan yang mencakup pemberdayaan pemuda, pemberdayaan wanita, menghapus pekerja anak dan membudayakan perumusan kebijakan berbasis analisa data.

Dalam konteks politik kekinian yang karut-marut informasinya termediasi secara digital, sosok muda dan berpengetahuan luas tentang tata kelola dan analisa data seperti Uki sangatlah dibutuhkan. Terlebih, cita-cita Uki untuk memberdayakan pemuda dan kaum wanita merupakan salah satu ide dasar Reformasi yang hingga kini masih belum jelas arah kebijakannya. Untuk itu, sosok Uki sebagai perwakilan generasi muda cum aktivis, peneliti dan akademisi di gerakan politik Indonesia patut diapresiasi.

Muchamad Sidik

~ Muggle Writer & Half-blood Musician ~

Sumber

Recommended Posts