Oleh: Satia Chandra Wiguna (Wasekjen DPP PSI)
Sejak diumumkannya kasus pertama covid 19 di Indonesia pada bulan Maret 2019 silam, perjalanan kasus ini tidak pernah surut. Memasuki bulan Oktober 2020 justru peningkatan kasus covid 19 semakin tajam. Per tanggal 1 November 2020, kasus positif covid 19 bertambah 5,092 kasus dan menjadikan total hari ini menembuh angka 543,975 kasus.
Dampak ekonomi dari pandemic ini bukan hanya dirasakan oleh Indonesia saja, tapi juga negara-negara dunia. Hampir seluruh penduduk dunia dipaksa untuk tidak bekerja. Pekerja harian sudah tentu akan kehilangan pendapatannya. Pekerja bulanan belum tentu bisa melanjutkan pekerjaan. Jutaan bahkan miliaran penduduk dunia terancam tidak memiliki pendapatan. Bukan terkecuali Indonesia. Indonesia sendiri, seperti yang disampaikan oleh Sri Mulyani, akan memasuki resesi di akhir September (detik.com, 22/9/2020).
Semua upaya telah dilakukan oleh Pemerintah, walau terkadang masyarakat tidak sepenuhnya merasakan dampak apa yang dilakukan Pemerintah. Sejak awal, inkonsestensi kebijakan dan narasi komunikasi dalam menghadapi pandemi dirasakan dan disaksikan langsung oleh masyarakat.Adalah sesuatu yang wajar, karena hingga hari ini, Pemerintah Jokowi tidak pernah membayangkan akan terjadi pandemi sehingga kebijakan dan suprastruktur kabinetnya pun tidak disiapkan untuk menghadapi pandemi. Maka terjadilah apa yang disebut dengan “gagap bencana” dan Presiden Jokowi pun mengakuinya seperti yang diberitakan oleh republika.co.id (4/2/2020).
Artikel ini kita tidak akan membahas apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah. Memang sudah menjadi kewajiban Pemerintah melaksanakan tugas-tugasnya untuk melindungi rakyatnya dan memastikan seluruh rakyatnya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, meski dengan segala keterbatasannya.
Yang menarik untuk dibahas adalah menguatnya solidaritas yang tumbuh di tengah masyarakat Indonesia. Seperti dikutip oleh Andy Budiman dalam artikelnya di Harian Kompas (24/6/2020) yang berjudul “Politik Era Pandemi” bahwa “Pandemi juga memperkuat solidaritas. Vokalis Giring “Nidji” Ganesha memulai ide kreatif “Ngamen Solidaritas” daring mengumpulkan dana untuk membantu tenaga medis. Almarhum Didi Kempot menggelar “Konser Amal dari Rumah” di Kompas TV dan mengumpulkan dana hingga Rp. 7,6 miliar. Gusdurian peduli menggerakkan #PatunganUntukBerbagiTHR. Semua Anggota DPRD Partai Solidaritas Indonesia mengambil inisiatif menyumbangkan gaji untuk membantu rakyat”.
Masih banyak gerakan-gerakan solidaritas yang dilakukan oleh masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Salah satu peristiwa fenomenal yang terjadi di Kota Cimahi, seperti yang diberitakan Kompas TV (07/04/2020) bahwa masyarakat perkotaan yang sedemikan kompleks turut serta bahu membahu membantu pasien covid yang melakukan isolasi mandiri.
Disetiap kota dan pedesaan ada Gerakan Kuota Internet Gratis dan Bantuan Gawai untuk pelajar yang tidak bisa mengikuti sekolah karena keterbatasan kemampuan keluaragnya.
Bantuan sembako untuk masyarakat terdampak pandemic covid 19 terus mengalir, baik dari pihak swasta, organisasi masyarakat, komunitas masyarakat bahkan hingga partai politik turun tangan. Semua melakukan Gerakan ini tanpa lagi memandang latar belakang, pilihan politik, suku, agama dan ras.
Dan kita masih bisa berharap dan percaya pada kekuatan politik di Jakarta hari ini (1 Desember 2020) yang digawangi oleh sekumpulan anak muda. Kekuatan ini bisa berimplikasi besar bila berhasil dilakukan, yaitu penolakan terhadap kenaikan gaji Angggota DPRD DKI Jakarta yang dilakukan oleh Partai Solidaritas Indonesia DKI Jakarta. Adalah tidak bermoral dan tidak berperikemanusiaan di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit karena pandemi, ada rencana dari perwakilan rakyat di Jakarta yang malah ingin menaikkan gajinya.
Mendefinisikan Keindonesiaan dalam Bingkai Teori Solidaritas
Keindonesia adalah istilah untuk menjelaskan jati diri Bangsa Indonesia yang didasarkan atas Pancasila, UUD NKRI 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Di dalamnya terdapat semangat kemanusiaan, pluralis, multikulturalis yang dibingkai dalam nilai-nilai ketuhanan.
Menurut Buya Syafii Ma’arif: “Menimbang bangsa Indonesia dalam berbagai masalah terutama keadilan, kemanusiaan, kebhinekaan dan toleransi yang diwujudkan dalam makna keindonesiaan” (Wahid, dkk, 2015).
Dapat disimpulkan bahwa Keindonesiaan adalah nilai-nilai yang dijunjung oleh rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa atas dasar ketuhanan, kemanusiaan, keadilan dan kebhinekaan. Karakteristik rakyat Indonesia sudah tidak berbicara lagi soal “agamamu apa?”, “sukumu apa?” dan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memecah belah. Tapi karakteristik rakyat Indonesia adalah yang pluralis dan multikulturalis
Menurut Doyle Paul Johnson (kompas.com, 2019), solidaritas merujuk pada suatu hubungan antara individu dan atau kelompok yang berdasar pada moral dan kepercayaan yang dianut bersama, serta pengalaman emosional bersama. Solidaritas yang dipegang, yaitu kesatuan, persahabatan, rasa saling percaya yang muncul akibat tanggung jawab bersama, dan kepentingan bersama di antara para anggotanya.
Pengertian akan solidaritas juga diperjelas oleh sosiolog Emile Durkheim. Solidaritas adalah perasaaan saling percaya antara para anggota dalam suatu kelompok atau komunitas. Lebih lanjut Durkheim menjelaskan ada dua tipe solidaritas.
Pertama, Solidaritas Mekanik, solidaritas ini merupakan rasa solidaritas yang berdasarkan suatu kesadaran kolektif dan adanya kesamaan nilai atau menganut kepercaaan serta pola normatif yang sama. Solidaritas mekanik ini biasanya memang berakar kuat di masyarakat pedesaan yang masih menjungjung tinggi nilai-nilai leluhurnya.
Kedua, Solidaritas Organik, solidaritas ini tumbuh subur di masyarakay perkotaan. Solidaritas terbentuk karena adanya kepentingan bersama dan saling membutuhkan satu sama lain.
Dalam konteks Keindonesiaan saat ini, penjelasan Durkheim terkait dua tipe solidaritas melebur menjadi satu. Karena ikatan moral, nilai-nilai, kepercayaan menjadi satu dengan tujuan dan kepentingan bersama Bangsa Indonesia, yaitu bagaimana Indonesia bisa melewati krisis pandemi ini.
Dalam bingkai keindonesian, solidaritas adalah bagian dari budaya Indonesia yang telah melekat jauh sebelum Indonesia merdeka. Keyakinan atas cita-cita bersama tentang kemandirian bangsa dan rasa saling percaya telah mampu mengeluarkan Indonesia dari penjajahan ratusan tahun lamanya. Bukan hal yang sulit bagi Bangsa Indonesia untuk keluar dari pandemi ini.
Poin penting bertahannya Indonesia sebagai sebuah negara hingga saat ini adalah karena anggota masyarakatnya yang memiliki rasa saling percaya yang membentuk persaudaraan dan persatuan di atas suku, agama dan ras yang berujung pada lahirnya rasa solidaritas.
Sehingga jika ada gerakan-gerakan mengatasnamakan satu agama tertentu yang berujung pada meresahkan masyarakat dan tidak mengindahkan nilai-nilai Keindonesiaan maka sudah sewajarnya kita mempertanyakan maksud dan tujuan dari gerakan tersebut. Apakah sudah sesuai dengan nilai-nilai Keindonesian atau hanya justru ingin memecah belah?.
Nilai-nilai keindonesian yang telah lama terbentuk dan menjadi karakter budaya bangsa telah termanifestasikan dalam Gerakan Solidaritas yang digerakaan oleh rakyatnya sendiri. Polarisasi yang terjadi di tengah masyarakat pasca pemilu 2019 telah kembali terajut, jangan sampai ada gerakan untuk mengurainya kembali. Sudah saatnya kita optimis dengan adanya kekuatan politik baru di Indonesia yang mencoba kembali ke nilai-nilai Keindonesiaan. Dan sudah saatnya kita meneguhkan kembali Keindonesiaan kita di tengah pandemi ini.