Menangis di Sidang MK, Ayah korban Tewas Ditabrak Legislator Minta UU MD3 Dibatalkan

Lelaki bernama Frederik Radjawane menangis saat sedang memberikan keterangan dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (3/5/2018).

Sambil terisak, ia meminta hakim konstitusi membatalkan beberapa pasal pada Undang-Undang MD3 tersebut.

“Saya minta kepada  Bapak Hakim agar  undang-undang ini kalau bisa direvisi atau dihentikan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan atau peri keadilan,” ujar Frederik.

UU MD3, menurut Frederik, tidak memberikan keadilan bagi masyarakat. Ia merasa jadi korban langsung dari UU tersebut.

Tanggal 25 Maret 2018, ia mendapat kabar yang mengejutkan. Sang putra, Fredy Pattirajawane tewas dalam kondisi yang mengenaskan  akibat  ditabrak mobil yang dikendarai Anggota DPRD Kabupaten Maluku Tengah Jimy G Sitanala.

Usai mengurus jenazah, Frederik mengurus kasus itu di Polres Kota Ambon. Ia ingin menindaklanjuti perkara yang menelen nyawa anaknya.

“Polisi memang hari itu memeriksa yang bersangkutan. Tapi dia tidak ditahan. Pak Polisi bilang bahwa belum ada izin dari Gubernur, karena ada UU MD3,” ujar Frederik.

“Saya kemudian minta penjelasan, apa itu UU MD3? Saya ini masyarakat awam, tidak mengerti apa itu UU MD3,” lanjut dia.

Polisi kemudian menjelaskan bahwa ada pasal pada UU tersebut yang membuat kepolisian tidak bisa melanjutkan perkara tersebut, termasuk soal menahan pelaku kecelakaan yang menyebabkan orang meninggal dunia.

Polisi pun meminta Frederik menunggu tiga hari ke depan. Polisi hendak berkoordinasi terlebih dahulu mengenai tindak lanjut perkara itu.

Namun akhirnya izin dari gubernur baru turun 15 hari kemudian. Usai izin itu turun, pelaku penabrak putranya langsung ditahan kepolisian.

Menurut Frederik, UU tersebut membuat masyarakat, korban khususnya, tidak mendapatkan jaminan kepastian hukum.

“Jadi ada rentang waktu panjang dari 25 Maret itu sampai 25 April, saya merasa kesal pelaku tidak langsung ditahan. Saya mohon kejadian ini berakhir kepada saya. Jangan lagi berlaku kepada masyarakat lain,” ujar Frederik.

Frederik merupakan satu dari empat orang yang dihadirkan pemohon uji materi UU MD3 yang memberikan keterangannya di MK.

Uji materi ini diketahui diajukan sejumlah pihak, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) serta tiga individu secara perseorangan.

Pemohon menggugat ketentuan dalam Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3. Pasal-pasal ini dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum, perlakuan tidak adil di hadapan hukum, bahkan pelanggaran hak asasi manusia.

Pasal 73 ayat (3), ayat (4) huruf a dan c, dan ayat (5) sendiri menyatakan bahwa DPR berhak memanggil paksa melalui kepolisian, bila pejabat, badan hukum, atau warga negara tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut oleh DPR.Pasal 73 ayat (5) menyebutkan, dalam pemanggilan paksa, Polri diperbolehkan menyandera setiap orang paling lama 30 hari.

Pasal 122 huruf k dianggap telah bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Pasal itu memuat ketentuan legislator akan mengambil langkah hukum bagi siapa pun yang merendahkan martabat dan kehormatan DPR dan anggotanya.

Sementara itu, Pasal 245 ayat (1) memuat setiap anggota DPR memiliki hak imunitas secara luas. Ini dianggap mengancam kepastian hukum yang adil dan menciptakan diskriminasi di hadapan hukum.

Sumber

Recommended Posts