Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendukung rencana Dirjen HAKI untuk percepatan perubahan UU Hak Cipta. Hal tersebut disampaikan Wasekjen DPP PSI Doadibadai Hollo, saat bersama sejumlah pencipta lagu, bertemu Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Mien Usihen, Senin 10 April 2023.
“Dalam pertemuan ini kami mengutarakan keresahan tentang beberapa pasal dalam Peraturan Pelaksana atau PP No.56 tahun 2021 tentang Tata Kelola Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik yang tumpang tindih dan membingungkan,” kata Badai, yang juga mantan kibordis Kerispatih tersebut, dalam keterangan tertulis.
Badai menyatakan, selama ini UU Hak Cipta diatur dalam Peraturan Pelaksana atau PP No. 56 tahun 2021 tentang Tata Kelola Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu. Namun pencipta lagu kerapkali merasa eksklusifitas mereka tergerus karena di Pasal 9 tentang Izin Penggunaan Lagu ada frasa “boleh membawakan karya siapapun tanpa izin, asal membayar imbalan (royalti) kepada LMK (Lembaga Manajemen Kolektif).”
“Selama ini payung hukum atas perlindungan karya para pencipta lagu yang karyanya dipakai oleh para pengguna, belum maksimal memberikan kepastian hukum bagi para pencipta lagu,” ujar Badai.
Badai menambahkan, perubahan mentalitas dan cara pikir dari pengguna lagu tentang bagaimana menghargai Karya Cipta harus dimulai dari merevisi produk hukumnya terlebih dahulu. Produk hukum yang sekarang masih menimbulkan dilema dalam pelaksanaan di lapangan karena ada beberapa pasal yang kontradiktif.
Lalu ada pula Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang lahir berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Selama ini Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) menjadi lembaga yang menagih Royalti Performing kepada Penyelenggara Event dan kemudian membayarkannya kepada pencipta lagu.
“Kehadiran Lembaga Manajemen Kolektif sebenarnya memudahkan penagihan Royalti Performing kepada Penyelenggara Event. Dengan adanya LMK/N maka semua menjadi satu pintu dan tertib. Tapi apakah sudah ideal? Bagaimana transparansinya? Bagaimana pengelolaannya? Bagaimana sistem reportingnya? Ini yang menjadi pekerjaan rumah industri musik Indonesia,” pungkas Badai.