Tsamara Amany menarik perhatian di dunia maya karena keberaniannya mendebat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Mahasiswi semester VI Jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Paramadina ini ternyata memang terbiasa berdebat.
Saat masih duduk di bangku sekolah menengah, Tsamara Amany Alatas (Sammy) mengaku pernah bercita-cita menjadi pengacara. Ia suka melihat orang berdebat, dan dia biasa berbeda pendapat dengan kedua orang tuanya, Muhammad Abdurachman dan Nabila Zen.
“Aku biasa makan bersama saat sarapan atau makan malam. Biasanya diselingi berbagi cerita dan pendapat tentang macam-macam,” kata Sammy saat berbincang dengan detikcom, Selasa (11/7/2017).
Tapi di kemudian hari, cita-cita penggemar nasi krames dan nasi krawu itu berubah. Kehadiran sosok Joko Widodo (Jokowi) dalam pemilihan presiden 2014 membetot perhatiannya. Ia tak habis pikir dengan sikap orang-orang yang kerap mengkritik Jokowi secara vulgar di media sosial. Ia melakukan pembelaan sebisanya lewat blog dan Twitter. Kumpulan tulisannya sejak 2014 itu dibukukan dengan tajuk ‘Curhat Perempuan’ dan dirilis pada pertengahan April 2017.
Saat pilkada DKI, perempuan keturunan Arab ini justru memilih berpihak pada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang keturunan Tionghoa, bukan Anies Baswedan, yang juga keturunan Arab dan mantan Rektor Universitas Paramadina. Tentang keputusannya tersebut, kepada BBC edisi 30 Oktober 2015, dia pernah memberikan argumentasi.
“Saya mendukung Pak Ahok karena dia memiliki integritas, bersih, berani, dan memiliki program-program yang membantu kesejahteraan warga Jakarta.” Soal identitas kesukuan, etnis, agama, atau paras seseorang, kata Sammy, tak perlu dipermasalahkan lagi.
Kepada detikcom, Tsamara mengaku punya ikatan emosional tersendiri dengan Ahok karena pernah beberapa bulan magang di Balai Kota. Ia antara lain ikut membantu merumuskan bagaimana agar proses perizinan usaha yang sebelumnya butuh waktu hingga 60 hari dipersingkat menjadi 40 hari.
Berkat perkenalannya dari dekat dengan Ahok itulah kini Sammy, yang lahir dan besar di Jakarta, bercita-cita menjadi Gubernur DKI pada 10 tahun ke depan. Kenapa tidak menjadi presiden? “Ya mengukur dirilah, bertahap. Menjadi gubernur di Jakarta itu juga sangat berat karena problemnya sangat kompleks,” ujarnya.
Sebelum menggapai kursi gubernur, sasaran jangka pendek selepas kuliah nanti adalah menjadi anggota DPR untuk DKI Jakarta. Ia membayangkan kelak saat menjadi calon anggota DPRD melalui Partai Solidaritas Indonesia (PSI), sebagian pembiayaan dihimpun oleh warga lewat program fund raising.
“Ini bagian dari pendidikan politik, jika masyarakat ingin punya wakil yang baik, ya bantu dan pilihlah orang yang baik,” papar Sammy.
Ketua DPP PSI Isyana Bagoes Oka mengaku bersama Grace Natalie melakukan pendekatan langsung kepada Sammy untuk bergabung dengan partai tersebut. Ia mengaku terpikat dengan anak muda yang cerdas, berani, dan sangat peduli politik.
“Menurut kami, Tsamara PSI banget. Beberapa bulan lalu kami ajak dia makan siang dan menjelaskan tentang agenda perjuangan PSI yang antikorupsi dan anti-intoleransi,” papar mantan jurnalis dan presenter televisi itu.
Sammy mengaku tak lantas setuju. Ia meminta waktu hingga tiga pekan untuk mempelajari PSI. Sebagai partai baru dan banyak anak muda sebagai pengurus, ia berpikir PSI belum tercemar dan terbebani masa lalu.
“Akhirnya aku gabung sejak April, aku dipercaya menjadi Ketua DPP Bidang Eksternal,” ujarnya.
(jat/tor)