Komisioner KPU dari Parpol adalah Langkah Mundur Demokrasi Indonesia

4 Titik Pijak PSI Menolak Keanggotaan KPU dari Unsur Parpol

4 titik Pijak PSI dalam Menolak Tegas Agenda DPR RI untuk memberikan ruang bagi utusan Partai Politik untuk menjadi Komisioner KPU didasari pada pemahaman bahwa praktik demokrasi bukanlah menu yang bisa diimpor dari satu negara ke negara yang lain. Demokrasi selalu mengalami penyesuaian dan diperdebatkan, karenanya demokrasi masih menjadi pilihan relevan banyak bangsa di dunia.

4 titik pijak ini dilandasi oleh itikad baik menjaga demokrasi dan prinsip Pemilu jujur dan adil yang menjadi prasyarat lahirnya rezim elektoral yang demokratis.

Utusan partai politik sebagai komisioner penyelenggara Pemilu seperti yang dirujuk oleh DPR RI pasca kunjungannya ke Meksiko dan Jerman adalah keputusan ahistoris dan tidak berakar pada tradisi dan nilai demokrasi Indonesia. Agenda ini justru kontraproduktif dengan semangat membangun sistem presidensial yang kuat sebagai tahap lanjut demokrasi Indonesia.

Adapun 4 titik pijak DPP PSI dalam menolak rencana tersebut adalah sebagai berikut:

  1. DPR tidak perlu ke Jerman dan Meksiko untuk melihat praktik utusan Parpol sebagai anggota komisioner. Indonesia pernah mengundang anggota Parpol pada tahun 1999. Namun hal tersebut dimaksudkan untuk memuluskan proses transisi politik dari Orba ke orde Reformasi. Dengan beranggotakan 53 orang dari utusan Parpol dan dipimpin oleh Rudini selaku Mendagri saat itu, maka diharapkan Pemilu 1999 memiliki legitimasi yang kuat karena seluruh utusan kontestan juga ikut mengawasi bersama hasil Pemilu 1999.  Kembali ke wacana masa transisi adalah kemunduran demokrasi yang telah dicapai tidak dengan mudah oleh bangsa Indonesia
  2. DPR menabrak amanat UUD 1945 Pasal 22E ayat 5 tentang kemandirian anggota KPU. Bagaimanapun KPU adalah institusi penting produk reformasi, bahkan yang melahirkan rezim reformasi di Indonesia. Sistem Pemilu jujur dan adil adalah aturan main yang harus dijunjung oleh Komisioner KPU diseluruh tingkatan. Karenanya sebagai wasit, integritas dan objektivitas dijaga dengan mensyaratkan bahwa komisioner tidak dibenarkan dari utusan Parpol yang merupakan kontestan Pemilu.
  3. DPR RI agar lebih fokus pada agenda pasal-pasal yang lebih krusial ketimbang membahas usulan yang tidak relevan, prematur dan terbukti “error” dalam menetapkan sampel penelitian.
  4. PSI melihat ada indikasi dan upaya DPR sedang mengulur waktu pengesahan UU Penyelenggaraan Pemilu dengan mengangkat wacana utusan Parpol di KPU. Konsekuensi kelambanan DPR RI bisa berakibat sangat serius pada keseluruhan jadwal Pemilu 2019. Karenanya PSI mendesak DPR RI segera menuntaskan UU Penyelenggaraan Pemilu 2019 sesuai seruan Mendagri paling lambat April 2017.

 

Jayalah Demokrasi Indonesia, Berdaulat di Negeri Sendiri!

Salam Solidaritas!

Jakarta, 24 Maret 2017

DPP Partai Solidaritas Indonesia

Recommended Posts