Kewajiban Berbusana Muslim di Sekolah Negeri Tidak Tepat

Partai Solidaritas Indonesia (PSI)  mengecam keputusan pimpinan SD Negeri Karangtengah 3, Desa Karangtengah, Kecamatan Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta, yang mewajibkan penggunaan seragam muslim kepada para siswa.

“Kewajiban itu tidak pada tempatnya. Sekolah tersebut adalah sekolah dasar negeri, yang dibiayai dengan pajak dari rakyat. Jadi tdak semestinya dikelola dengan prefensi keagamaan tertentu,” kata Juru Bicara PSI dan Wasekjen PSI, Danik Eka Rahmaningtyas.

Danik menegaskan, pernyataan ini bukan anti-Islam atau anti-pakaian muslim, tapi merupakan upaya meletakkan sesuatu secara adil dan proporsional.

Surat edaran itu diterbitkan 18 Juni 2019 dengan tanda tangan Kepala Sekolah SD Karangtengah, Pujiastuti. Surat itu memuat empat poin penting. Pertama, pada tahun pelajaran 2019/2020, siswa baru kelas I diwajibkan memakai seragam Muslim. Kedua, siswa kelas II-IV belum diwajibkan berganti seragam Musilm. Ketiga, pada tahun 2020/2022, semua siswa wajib berpakaian Muslim.

Keputusan itu, Danik mengingatkan, juga melanggar Peraturan Mendikbud No 45/2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

“Jika merujuk peraturan tersebut, siswa dibebaskan untuk memilih, boleh seragam non-muslim atau seragam muslim. PSI mendukung siswa yang mau mengenakan pakaian muslim, namun menolak pemaksaan penggunaaan pakaian muslim.” lanjut Danik.

PSI berpendapat, Peraturan Mendikbud No 45/2014 sudah ideal sebab tidak mewajibkan siswa, melainkan menyediakan pilihan.

“Agar kejadian seperti ini tidak terulang, PSI menyarankan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk kembali mengingatkan jajarannya terkait asas netralitas dan imparsialitas dalam mengelola sekolah,” pungkas Danik.

Recommended Posts