Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tsamara Amany, menegaskan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden tidak dibutuhkan.
Dia menilai Presiden Joko Widodo merupakan sosok yang demokratis sehingga tidak perlu ada pasal tersebut.
Seperti diketahui saat ini DPR dan pemerintah sedang membahas Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang salah satu poinnya yaitu menambah pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Pasal ini pun menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Politikus muda itu menilai pasal penghinaan presiden tidak diperlukan. Dia juga mempertanyakan urgensi pasal tersebut. Padahal kalau memang ada penghinaan bisa dilakukan delik aduan dan itu sudah ada dalam aturan.
“Pak Jokowi itu tokoh yang tidak memiliki masalah kalau dikritik siapapun. Tokoh yang begitu demokratis. Saat ada aksi kartu kuning lalu. Beliau menerima itu dan justru jawabannya demokratis,” jelas dia saat mengisi acara diskusi di Kota Madiun, Jumat (9/2/2018).
Tsamara menilai usulan pasal penghinaan presiden tersebut diyakini bukan inisiatif dari Jokowi. Menurut dia, Presiden Jokowi tidak mungkin berinisiatif untuk mengusulkan pasal tersebut.
“Kami minta dikaji ulang lah,” ujar dia.
Lebih lanjut, dia menyampaikan pada Pilpres 2019 nanti PSI berkomitmen untuk mendukung Jokowi menjadi calon presiden. Itu sudah menjadi keputusan partai.
Ditanya mengenai verifikasi partai politik dari KPU, Tsamara yakin PSI lolos verifikasi dan dapat mengikuti Pemilu 2019. “Kami udah menerima berita acara KPU. PSI lolos verifikasi. Tetapi kita menunggu keputusan resmi KPU,” ujar dia.
Mengenai elektabilitas PSI yang masih rendah, perempuan berambut pirang ini mengakuinya karena popularitas PSI juga masih rendah.
Untuk itu, saat ini pengurus sedang bekerja keras untuk menggenjot supaya mendongkrak popularitas PSI di mata masyarakat.