Lagi iseng-iseng baca-baca berita di Beranda, saya tertarik melihat sebuah video. Ketertarikan saya awalnya ketika melihat Margarito Kamis. Saya ngefans dengan beliau, karena merasa lucu ketika melihat pengamat “palugada” ini yang selalu muncul dalam setiap masalah.
Istilahnya, lu punya masalah apa aja, gua ada.
Mau masalah ekonomi, masalah hukum sampe masalah politik dia bisa. Yang penting, tampil di tipi. Dan tidak perlu tampil hari Kamis.. Mau Jumat, Sabtu atau Minggu Pon juga bisa.
Tapi perhatian saya berbelok ketika melihat seseorang di sampingnya, lawan debatnya..
Wanita muda, cantik -dan yang pasti- cerdas. Namanya Tsamara Amany. Dia mahasiswi, usia 20 tahunan.
Tsamara adalah politikus “sangat” muda. Dia bergabung di Partai Solidaritas Indonesia, partai baru yang berisi orang-orang muda. Menariknya, Tsamara ini sudah menjadi Ketua DPP PSI dalam usia semuda itu.
Tsamara menjadi trending ketika ia “hampir saja” debat dengan Fahri Hamzah. Sayangnya, Fahri ngabur dengan terengah-engah ketika sudah saatnya debat. Mungkin dia gak tahan harus debat dengan wanita cantik dan muda, karena imron sulit dikontrol meski iman sudah menguat.
Nah, Margarito Kamis ini termasuk berani melawan kenyataan. Dia berani debat terbuka dengan Tsamara di Kompas tipi.
Seorang Profesor melawan mahasiswi.
Dan dari video itu, saya ngakak melihat perilaku Margarito ini. Dia benar-benar “ampun” dengan Tsamara. Pembawaan Tsamara yang tenang membuatnya belingsatan.
Dan – khas orang yang terpojok – jalan yang paling smart buat dirinya adalah melecehkan lawan. Dia mengandalkan gelar Profesornya yang tidak layak untuk berdebat dengan seorang mahasiswi.
Kalau dari awal merasa tidak layak, lalu kenapa mau meladeni anak kecil ? Ya, karena tampil di tipi selalu ada amplopnya. Sayang dong…
Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa emosional seseorang tidak mempengaruhi intelektual seseorang. Mau bergelar Profesor sekalipun, kalau tidak mampu menjaga emosi dalam diskusi, pasti akan turun kadar intelektualnya..
Tsamara Amany adalah bintang bersinar, Margarito Kamis adalah produk masa lalu. Tsamara membawa ideologinya, Margarito membawa dompetnya..
Memang dunia ini bergerak maju. Margarito jika tidak mampu merubah pandangan dan sikapnya sesuai zaman, dia akan cepat hilang seperti buih di lautan.
Seharusnya jadilah seperti secangkir kopi. Ia diam dan tenang tetapi nikmatnya abadi dan menghanyutkan.. Seruput dulu ah..
Denny Siregar
Sumber: dennysiregar.com