Keputusan MA Menzalimi Perempuan, Bebaskan Ibu Nuril

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menuntut Mahkamah Agung (MA) agar membebaskan Ibu Baiq Nuril Maknun, seorang korban pelecehan seksual yang justru divonis penjara.

“Keputusan MA ini aneh dan menzalimi perempuan. Sudah jelas-jelas jadi korban kok malah dikriminalisasi? Jangan biarkan korban pelecehan seksual menjadi korban dua kali dengan putusan MA yang janggal ini. Stop! Bebaskan Ibu Nuril!” kata juru bicara PSI untuk pemberdayaan perempuan, Dara A. Kesuma Nasution.

Baiq Nuril Maknun (36) adalah mantan pegawai honorer bagian Tata Usaha di SMU 7 Mataram, NTB. Kasus Nuril berawal di tahun 2017 dengan kepala SMA di Mataram berinisial M menelpon dan menceritakan pengalaman hubungan seksualnya dengan perempuan lain. Nuril kemudian merekam pembicaraannya untuk membuktikan dirinya tak memiliki hubungan dengan M.

Seorang rekan Nuril kemudian menyebarkan rekaman itu ke Dinas Pendidikan Kota Mataram dan pihak-pihak lain. Tetapi kepala sekolah yang saat ini telah dipindahkan justru melaporkan Ibu Nuril ke polisi atas pelanggaran UU ITE.

Hakim kasasi Mahkamah Agung menyatakan bahwa Baiq Nuril Maknun bersalah atas sangkaan mendistribusikan atau mentransmisikan konten kesusilaan seperti yang termaktub dalam pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Caleg PSI Dapil Sumatera Utara III ini mengatakan, “Ada kejanggalan dari sangkaan kepada Ibu Nuril, berdasarkan fakta persidangan, Ibu Nuril tidak pernah menyebarkan konten pelanggaran asusila tersebut. UU ITE seharusnya digunakan untuk melindungi korban, bukan malah mengkriminalisasi korban.”

Ibu Nuril sudah dinyatakan tidak bersalah di Pengadilan Negeri (PN) Mataram Juli lalu, bahkan sempat menjadi tahanan kota. Namun jaksa penuntut umum mengupayakan kasasi yang berbuah putusan MA yang menjatuhkan hukuman dengan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta. Kuasa hukum Ibu Nuril memang akan mengajukan kasasi, tetapi vonis MA yang dijatuhkan akan segera dilaksanakan.

“Hukum itu dibuat untuk melindungi korban. Tentu harus melihat konteks perkara. Di mana hati nurani? Coba bayangkan kalau itu terjadi pada ibu atau saudara perempuan kita,” ujar Dara.

Dara juga menyayangkan kriminalisasi semacam ini berpotensi menjadi preseden yang membungkam perempuan untuk bersuara atas pelecehan seksual yang dialaminya. Ia berkata, “Selama ini banyak korban pelecehan yang takut melapor. Jika Ibu Nuril betul-betul ditahan, maka korban-korban lain akan semakin bungkam.”

 

Recommended Posts