Rubrik Opini – Koran Solidaritas Edisi I, Juli 2015
Oleh: E.S Ito (Novelis dan Penulis Film)
Dalam sepakbola kebenaran itu tidak ada. Oleh karenanya, tidak perlu bersusah payah mencari kebenaran, apalagi membenarkan diri sendiri sambil menimpakan semua kesalahan pada satu pihak. Beragam aturan yang memagari olahraga paling populer sejagad ini adalah perwujudan dari ketidakpercayaan pada kebenaran. Dalam sepakbola, kebenaran bukan tujuan sebab segala sesuatunya berujung pada masalah menang atau kalah, prestasi atau kemunduran dan promosi atau degradasi. Sepakbola bukanlah filsafat yang rumit, kenapa mesti ribut-ribut menemukan kebenaran.
Konflik Menpora dan PSSI menunjukkan kewarasan dan sikap mawas diri kita. Bahwa kita (baca : pemerintah, PSSI dan masyarakat) terus memelihara gelisah dan tanda tanya, kenapa di antara lebih dari 200 juta manusia Indonesia ini, kita tidak menemukan 11 manusia terbaik di lapangan hijau. Pemerintah menyalahkan PSSI yang tidak becus dan PSSI tentu saja mengeluhkan perhatian pemerintah. Di sisi lain masyarakat yang muak akan menyalahkan siapa saja yang disulut oleh media. Dan prestasi sepakbola kita terus timbul tenggelam di tengah kolam yang kecil. Kita menginginkan prestasi dan kemenangan, tetapi repot-repot meributkan kebenaran. Sungguh absurd.
Di tengah sanksi FIFA saat ini, lebih baik kita semua (termasuk Menpora dan PSSI) sejenak melupakan benar dan salah. Fokus pada prestasi yang kuncinya terletak pada kompetisi. Kalau persiapan liga masih amburadul, perhebat turnamen antar kampung, antar sekolah, antar kabupaten dan bahkan antar kota antar propinsi. Bibit unggul hanya bisa disemai di tengah lapangan hijau. Revolusi sepakbola kita haruslah revolusi kompetisi yang menjamur, memberi kesempatan pada setiap anak di sudut tanah air. Sepakbola kita tidak akan mati tanpa pertandingan internasional. Saya malah khawatir, justru FIFA yang akan kekurangan energi ketika melupakan orang-orang dari negara kepulauan terbesar di dunia ini. Saya percaya, bila kita sibuk bekerja dan hemat bicara maka kemelut akan berhenti dengan sendirinya.
Sepakbola adalah makhluk aneh berumur panjang di tengah-tengah masyarakat kita. Layaknya politik dan ekonomi, sepakbola memberikan harapan dan frustasi silih berganti. Dan rasanya dibandingkan menghadapi kondisi politik dan ekonomi, masyarakat kita sangat sabar mengikuti pendulum sepakbola ini. Kecewa pada ekonomi dan politik membuat masyarakat bisa berpindah partai dan dukungan. Tetapi kecewa pada Tim Nasional tidak lantas membuat masyarakat kita pindah mendukung Tim Nasional negara lain. Energi positif masyarakat ini seharusnya ditangkap oleh pemerintah dan PSSI. Tuntutan masyarakat sangat sederhana, berikan mereka kemenangan. Biarkan mereka bersorak sorai sejenak melupakan kekhawatiran hidup. Inilah tuntutan dasar masyarakat kita terhadap sepakbola.
Kepada Menpora dan PSSI, berhentilah meributkan kebenaran. Kalaupun pada akhirnya ada sedikit kebenaran dalam sepakbola itu hanya bisa dibuktikan ketika bola melewati garis gawang lawan.