Katalisator Perubahan: Menjadi Pemimpin Dinamis atau Pemimpin Mageran?

Anak muda dan kepemimpinan dinamis adalah dua elemen yang memiliki potensi besar untuk membentuk masa depan yang lebih baik. Generasi muda memiliki peran penting terutama untuk membentuk arah perubahan sosial, ekonomi, dan politik di negara ini.

Dibalik peranannya sebagai orang yang akan memegang kendali aspek-aspek tersebut, bekal kepemimpinan yang dinamis adalah kunci untuk membimbing dan memotivasi anak muda untuk mengambil peran aktif untuk menciptakan perubahan di negara ini.

Seperti ditekankan Shirley R. Steinberg dalam “Redefining the Notion of Youth: Contextualizing the Possible for Transformative Youth Leadership,” bahwa gagasan kepemimpinan anak muda yang dinamis haruslah didasarkan pada artikulasi bahwa pemuda adalah pribadi sekaligus warga negara yang berbeda, dengan kebutuhan, budaya, dan pandangan dunia yang spesifik.

Namun, selain diforsir untuk menjadi pemimpin yang dinamis, anak muda juga memiliki tantangan lain berupa apa yang kita kenal dengan malas gerak atau mager.

Kurangnya aktivitas fisik atau mager merupakan masalah yang semakin umum di kalangan anak muda.

Sebagai generasi yang tumbuh di era teknologi dan ketergantungan pada perangkat elektronik yang tinggi, banyak anak muda cenderung menghabiskan waktu dalam posisi duduk, bermain game, menonton, atau menggunakan media sosial tanpa cukup waktu untuk bergerak.

Aktivitas fisik yang terbatas tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga berdampak pada kesehatan mental, kemampuan kepemimpinan, dan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.

Sebab itu, di sini kita harus bertanya, langkah produktif seperti apa yang harus direalisasikan anak muda agar menjadi pemimpin dinamis, yang pada saat yang sama juga meminimalisasi aktivitas mager?

Dinamis vis-à-vis ‘Mager’

Seorang pemimpin dinamis selalu diasosiasikan dengan mereka yang selalu mencari inovasi, perubahan, dan peningkatan. Mereka tidak puas dengan status quo dan selalu mencari cara untuk memajukan organisasi atau tim mereka. Pemimpin dinamis sering kali memiliki karakteristik seperti proaktif, energik, kreatif, dan berani untuk melawan sistem yang tidak sesuai.

Anak muda yang memiliki jiwa kepimpinan dinamis selalu mendefinisikan diri mereka sebagai penggerak perubahan dan menciptakan lingkungan di mana inovasi didorong, dan tantangan dihadapi dengan semangat positif.

Pemimpin dinamis biasanya terlihat sebagai inspirator dan penggerak yang mendorong orang-orang di sekitar mereka untuk berpikir lebih maju, meraih tujuan yang lebih ambisius, dan mengambil risiko yang dapat membawa manfaat besar bagi organisasi.

Di samping itu, pemimpin dinamis tidak hanya memiliki visi yang jelas tentang arah yang harus diambil, tetapi juga memiliki kemampuan untuk menginspirasi dan memotivasi orang lain untuk bergerak menuju visi yang mereka rancang.

Anak muda adalah agen perubahan yang mampu berkolaborasi dengan berbagai pihak, menghadapi ketidakpastian, dan memimpin dalam situasi yang tidak pasti. Di samping itu, kesehatan mental juga merupakan komponen penting dari kepemimpinan yang dinamis yang harus dimiliki anak muda.

Apabila mager mulai melanda anak-anak muda, maka hampir dapat dipastikan bahwa ia dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan mentalnya. Aktivitas fisik telah terbukti memiliki manfaat signifikan dalam mengurangi stres, kecemasan, dan depresi.

Aktivitas fisik melepaskan endorfin, yang dapat meningkatkan suasana hati dan memberikan perasaan baik. Namun, ketika seorang pemimpin muda mulai mengalami stres, kecemasan, atau depresi akibat kurangnya aktivitas fisik, ini dapat memengaruhi kemampuannya untuk mengatasi tekanan dan bekerja secara efektif dengan timnya.

Pemimpin yang stres atau cemas mungkin kesulitan membuat keputusan yang baik dan menghadapi konflik dengan bijaksana.

Oleh karena itu, menjaga kesehatan mental adalah elemen penting dalam kepemimpinan anak muda yang sukses.

Kemampuan Berkolaborasi

Anak muda yang memiliki bekal kepemimpinan yang dinamis seringkali melibatkan kolaborasi antara berbagai pihak.

Mereka dapat membantu memfasilitasi kerja sama antar anak muda, organisasi non-pemerintah, sektor swasta, dan pemerintah dalam menangani isu-isu kompleks dan mendesain solusi yang efektif.

Sebab itu, untuk menjadi anak muda dengan bekal kedinamisan dalam memimpin haruslah menjadi contoh yang baik bagi anak muda yang lain.

Lauren Stephenson dalam artikelnya berjudul “Developing a Leadership Education Framework: A Transformative Leadership Perspective,” menjelaskan bahwa anak muda harus mempraktikkan nilai-nilai kepemimpinan yang kuat, termasuk kejujuran, integritas, empati, dan tanggung jawab.

Ketika anak muda melihat pemimpin yang mempraktikkan nilai-nilai ini, mereka akan cenderung mengikuti jejak yang sama.

Kepemimpinan yang dinamis tentu melibatkan kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik dengan orang lain.

Namun, bila mager telah dinormalisasi sebagai aktivitas yang biasa dilakukan oleh anak muda, maka secara tidak langsung anak muda tersebut akan mengurangi interaksi sosial mereka dengan lingkungan sekitarnya.

Mereka akan lebih suka tinggal di dalam rumah dan menghabiskan waktu dengan perangkat elektronik mereka, dan memiliki kesempatan yang terbatas untuk berinteraksi secara langsung dengan orang lain.

Padahal, seperti diaksentuasikan sebelumnya, bahwa kualitas hubungan sosial yang baik adalah kunci dari kepemimpinan anak muda yang dinamis.

Kurangnya interaksi sosial dapat menghambat kemampuan seorang pemimpin muda untuk membangun hubungan yang kuat dan mendukung mereka untuk menjadi pemimpin yang dinamis.

Kaesang Pangarep: Studi Kasus Kepemimpinan Anak Muda

Baru-baru ini, kita dapat melihat terpilihnya Kaesang Pangerep, yang digadang-gadang sebagai representasi anak muda, terpilih sebagai ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Ya, meski baru dua hari bergabung, partai yang mengklaim dirinya berpijak pada kepentingan anak muda tersebut resmi menetapkan Kaesang untuk menggantikan Giring Ganesha.

Sejauh ini, kita memang belum melihat gebrakan-gebrakan besar yang dilakukan Kaesang untuk mengategorikan dirinya sebagai pemimpin muda yang benar-benar dinamis. Namun, melihat dari beberapa aktivitas yang telah dilakukan olehnya, setidaknya Kaesang tidak sepenuhnya dapat disebut sebagai anak muda yang mageran.

Bahkan, sebelum terpilih sebagai ketua umum PSI sekalipun, Kaesang telah membangun bisnis pribadinya dan beberapa di antaranya berkolaborasi dengan berbagai pihak, seperti misalnya Mangkokku (berkolaborasi dengan Chef Arnold) dan juga pusat kuliner nusantara di BSD City bertajuk Rans Nusantara Hebat (berkolaborasi dengan Raffi Ahmad dan bermitra dengan Sinar Mas Land).

Contoh-contoh tersebut tentu hanyalah terletak pada level individu, yang tidak sepenuhnya bisa dijadikan alasan bahwa Kaesang adalah pemimpin yang dinamis.

Namun, jika berpijak pada apa yang disuarakan oleh Kaesang dan PSI, terutama seperti terpampang dalam postingan Instagram mereka, ajakan #LogoutMager #LoginDinamis setidaknya menjadi secercah harapan bahwa Kaesang kemungkinan besar akan menerapkan model kepemimpinan yang dinamis.

Pertanyaannya kemudian adalah apakah Kaesang Pangarep, sebagai ketua umum PSI, bisa benar-benar menjadi representasi anak muda yang menerapkan model kepemimpin dinamis? Jawabannya bergantung pada berbagai faktor, termasuk situasi dan konteks tertentu, bisa jadi tidak dan besar kemungkinanya bisa.

Masing-masing dari kitalah yang akan melihat dan menilainya. Biarkan Kaesang yang membuktikannya!

 

Sumber: https://wartaekonomi.co.id/read520820/katalisator-perubahan-menjadi-pemimpin-dinamis-atau-pemimpin-mageran

Recommended Posts