Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengingatkan aparat penegak hukum tidak berhenti dan berfokus pada terdakwa JGP. Pasalnya, PSI menilai Kasus Korupsi BTS lebih besar dari sekadar JGP dan Kominfo saja. Diketahui berdasarkan persidangan bahwa anggaran pembangunan BTS telah dikeluarkan sebesar 10 Triliun Rupiah dan dibayarkan bahkan sebelum BTS terbangun.
“Korupsi BTS melibatkan banyak pihak. Mens Rea atau unsur kesalahan dapat ditelusuri dengan melihat aliran dana. Ini korupsi yang dilakukan secara sistematis,” demikian tanggapan Ketua DPP PSI Ariyo Bimmo terhadap jalannya pemeriksaan terdakwa JGP di pengadilan.
Menurut Bimmo, daftar tersangka yang ditetapkan sejauh ini belum mencerminkan besarnya kerugian negara yang diduga lebih dari 8 Triliun Rupiah. Tersangka yang ditetapkan sejauh ini adalah 8 orang yang terdiri dari 2 pejabat publik dan 6 orang swasta.
“Mari kita bandingkan. Korupsi E-KTP dengan kerugian sekitar 2,3 Triliun, tersangkanya ada 14 orang. Diperlukan lebih banyak orang untuk proses pengadaan dan pelaksanaan anggaran yang salah. Masak cuma menteri yang terlibat?” tanya Bimmo.
PSI juga mempertanyakan para anggota legislatif yang tidak bereaksi keras dan segera membentuk pansus untuk kasus korupsi pengadaan BTS ini.
“Semestinya teriak dong. Pengadaan BTS itu vital sekali fungsinya untuk pemerataan akses pembangunan dan pemberdayaan ekonomi, terutama untuk rakyat kecil di daerah-daerah terpencil. Keberpihakan macam apa kalau seperti ini?” tukas pegiat reformasi hukum dan peradilan ini.
PSI berpendapat bahwa untuk melawan kejahatan yang dilakukan secara sistematis harus menggunakan cara-cara yang sistematis juga. Semua pihak, terutama DPR harus terlibat. PSI menilai bahwa komitmen politik pemberantasan korupsi semestinya tercermin dalam produk politik (peraturan perundangan) dan tindakan politik dari para aktornya.
“Memang harus dilawan sistemik juga. RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal harus disahkan. UU Tipikor dan KUHAP harus diperbaharui. Ada sentencing guidelines dan sistem pemantauan khusus terpidana korupsi yang dapat diakses publik. Tidak bisa business as usual kalo mau serius melawan korupsi,” ujar Bimmo.
Menurut Bimmo, apa yang dilakukan PSI selama ini bukan semata mencitrakan diri sebagai partai antikorupsi. “Kami menerapkan “zero tolerance” terhadap “political corruption”. Ini juga amanat konstitusi. Susah payah kami membangun zona integritas dalam manajemen internal partai, termasuk tidak memotong gaji para anggota legislatif kami demi kepentingan partai. Buyar semua kalo kami mencalonkan mantan koruptor,” tutup Bimmo.
Juru Bicara DPP PSI, Ariyo Bimmo, 0811-1330-411