Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendukung wacana penghentian pemberian gaji anggota DPR jika kinerja legislasi mereka jeblok.
“Jika diberi amanat sebagai wakil rakyat kelak, sebagai wujud konsistensi, kami juga bersedia tidak digaji jika terbukti berkinerja buruk,” kata Ketua DPP PSI, Tsamara Amany, dalam siaran persnya, Jumat 7 Desember 2018.
Tsamara mengatakan sudah seharusnya pemberian gaji pada anggota DPR disandarkan pada prinsip meritokrasi, di mana anggota DPR hanya berhak diberi gaji bila kinerja mereka memuaskan.
“Kami (PSI) mendukung sepenuhnya wacana ini, mengingat kinerja DPR selama ini sangat buruk. Sama seperti kebanyakan orang yang bekerja untuk memperoleh gaji,” kata Tsamara.
Tsamara menambahkan, prinsip itu berlaku juga bagi anggota dewan. Seharusnya, anggota DPR tidak perlu digaji bila mereka tidak memperbaiki dan memaksimalkan tugas legislasinya.
“Praktik penghamburan uang rakyat dalam bentuk menggaji anggota dewan yang bahkan tidak mampu menyelesaikan UU yang menjadi tugas pokok harus segera dihentikan. Masak kita terus-menerus diwakili anggota DPR semacam itu? “ ujar Tsamara.
Sejak Agustus 2018, PSI telah menginisiasi gerakan “Bersih-Bersih DPR” untuk menghentikan praktik penghamburan uang rakyat. Salah satu hal yang dipersoalkan PSI adalah tidak adanya kewajiban melaporkan perjalanan dinas anggota DPR – termasuk dalam rangka menyelesaikan RUU.
Wacana penghentian gaji ini pertama kali dilontarkan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, Selasa 4 Desember 2018. Wacana ini bergulir tidak lama setelah Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) merilis laporan Masa Sidang I Tahun Sidang 2018-2019. Pada Masa Sidang tersebut, DPR hanya mampu mengesahkan 3 RUU dari 24 RUU yang direncanakan.