Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bidang kepemudaan, Dedek Prayudi, merespon rilis resmi Kementrian Perhubungan tentang data biaya pembangunan LRT.
Yang sebelumnya, katanya, disebut Prabowo di mark up sehingga lebih tinggi dari negara-negara lain. Politisi muda yang kerap disapa Uki ini mengungkapkan bahwa apa yang dikatakan Prabowo keliru jika mengacu pada data resmi Kemenhub.
“Kemenhub sudah merilis data resmi pembiayaan pembangunan LRT. Apa yang dikatakan Pak Prabowo tidak terbukti. LRT Jabodetabek maupun Palembang termasuk paling murah dibanding negara lain.Di Palembang nomor dua terendah,” kata Uki dalam rilisnya yang diterima tribunnews.com, Kamis (5/7/2018).
Meski, Uki mengakui LRT Jakarta cenderung lebih mahal walaupun ini tidak dapat disimpulkan mark up.
“LRT Jakarta yang relatif lebih mahal karena kerumitan lokasi dan jarak yang pendek pun masih separuh harga dari LRT di Calgary, Kanada yang sejajar dengan tanah,” kata Uki.
Uki mengaku tidak setuju dengan anggapan adanya mark up. “Harga ternyata tidak tinggi. Kalaupun LRT Jakarta relatif harganya lebih tinggi harus dilihat dulu kenapa tinggi. Mark up? Korupsi? Jangan-jangan ini kesimpulan novel fiksi,” sindir Uki.
Uki menilai pihak yang telah menyebarkan informasi keliru melalui orasinya. Ia menantang Prabowo untuk membuktikan ucapannya.
“Pak Prabowo, kalau tidak ingin disebut tukang sebar hoax, harus segera klarifikasi pernyataannya, keluakan data yang ia punya. Kalau memang keliru, secara jantan meminta maaf. Politisi sekelas pak Prabowo adalah seorang yang pemberani, termasuk mempertanggungjawabkan omongannya,” jelas Uki.
“Saya tidak bermaksud mengajari, tapi dalam demokrasi yang maju, konsep check and balance bukan berarti pemerintah bekerja dan oposisi menyinyiri. Dalam konsep ini, pemerintah bekerja, oposisi mengawasi dan mengoreksi,” sambung Uki.
Uki mengingatkan oposisi untuk hadir sebagai solusi pembangunan untuk meraih simpati publik, bukan menjadi masalah pembangunan.
“Dibutuhkan kemampuan untuk menganalisa permasalahan pembangunan untuk hadir sebagai solusi pembangunan, dari situlah simpati publik diraih. Bukan malah jadi masalah pembangunan, orasi tanpa data,” Uki menegaskan kembali.