Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai permintaan pemerintah kepada Google untuk menghapus konten-konten negatif sebagai tindakan yang wajar dan tidak keluar dari koridor demokrasi. “Langkah ini diperlukan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di Internet,” ujar juru bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI, Sigit Widodo, Jumat (29/10/2021).
Sebelumnya, Google merilis data yang menyebutkan bahwa Indonesia duduk pada peringkat pertama negara yang meminta penghapusan data pada platform-nya. Pada semester pertama 2021 pemerintah mengajukan penghapusan 254.691 konten, 21.600 di antaranya sudah dihapus oleh Google. Beberapa pihak menilai tindakan ini sebagai tanda bahwa pemerintahan saat ini antikritik.
PSI menilai ada pembelokan isu dalam kasus ini karena konten yang selama ini diblokir adalah konten-konten yang melanggar hukum seperti pornografi, perjudian, penipuan, berita bohong, hingga konten yang berisi ujaran kebencian dan terorisme. “Blokir dan permintaan penghapusan konten semacam ini sudah dilakukan Indonesia sejak sebelum pemerintahan Presiden Jokowi,” ungkap Sigit yang pernah menjadi sekretaris Panel Blokir Kementerian Kominfo sebelum bergabung dengan PSI.
Sigit mencontohkan, minggu lalu Kominfo juga meminta kepada Google dan Apple untuk menghapus semua aplikasi pinjaman online (pinjol) ilegal dari Play Store dan Apple Store. “Konten-konten berbahaya semacam ini yang diminta dihapus oleh Google, bukan konten yang mengkritisi program dan kinerja pemerintah,” ujarnya.
Masih menurut Sigit, konten yang diblokir oleh pemerintah mayoritas masih berisi pornografi, perjudian, dan penipuan. “Karena Google sudah melarang konten-konten pornografi, otomatis pemerintah sekarang lebih banyak meminta penghapusan untuk konten penipuan dan kejahatan ekonomi. Ini diperlukan untuk melindungi pengguna internet kita yang masih rentan terkena penipuan,” tuturnya.
PSI menilai tindakan pemerintah melakukan pemblokiran dan permintaan penghapusan konten kepada Google memiliki dasar hukum yang jelas. “Semua konten yang diblokir atau diminta untuk dihapus adalah konten yang melanggar hukum Indonesia. Kita semua ingin kebebasan berekspresi dan demokrasi tetap dijamin di Indonesia, namun kita juga tidak mau pemerintah membiarkan pelanggaran hukum terjadi di ranah internet dan membahayakan warga negara,” kata Sigit.
Mengutip data Google, Sigit mengingatkan, hampir semua negara di dunia meminta penghapusan konten negatif sesuai hukum di negaranya masing-masing. “Negara-negara demokrasi lama seperti Prancis, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan negara-negara Skandinavia juga meminta penghapusan konten. Semua dibuka secara transparan oleh Google, negara mana saja dan institusi yang meminta, hingga jumlah situs yang diminta untuk dihapus. Jadi, biasa saja,” pungkasnya.