Denpasar (Metrobali.com) – Masyarakat Indonesia wajib bersiap menyosong New Normal sebagai sebuah pilihan yang realistis untuk diputuskan oleh pemerintah, dalam menghadapi ancaman Covid-19 ini.
New Normal sebagai sebuah istilah yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal. Namun perubahan ini ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19
“New Normal adalah pilihan yang paling realistis. Kita semua harus bersiap untuk itu,” kata Grace Anastasia, Anggota DPRD Provinsi Bali dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Rabu (27/5/2020).
Anggota Komisi II DPRD Bali ini menegaskan dalam kehidupan kita di dunia ini, senantiasa berdampingan dengan virus, bakteri, serta makhluk hidup lainnya yang bersifat menguntungkan maupun yang merugikan, dan itu adalah kenyataan.
“Maka sangat masuk akal kemudian Presiden Joko Widodo mengajak rakyat Indonesia untuk ‘berdamai’ dengan Covid-19 ini,” tegas Grace Anastasia.
Baginya tentu makna “berdamai” bukan dalam konotasi menyerah kalah. Namun lebih pada melawan dengan melakukan proteksi maksimal terhadap pertahanan diri kita masing-masing dari serangan virus yang selalu ada di sekitar kehidupan kita ini.
Jika berkaca pada seni perang Tiongkok klasik, imbuh Srikandi DPRD Bali ini, ada salah satu frasa yang terkenal menyatakan bahwa “seni perang tertinggi adalah menang tanpa bertarung.”
Jika hal ini diejawantahkan dalam konteks perang melawan Covid-19, maka perubahan perilaku masyarakat yang diwajibkan untuk menaati protokol kesehatan dalam pencegahan Covid-19, adalah bentuk meraih kemenangan melawan virus tanpa menunggu adanya anti virus yang akan digunakan untuk menyerang virus itu sendiri.
Melaksanakan kehidupan normal dengan pola baru ini, adalah pilihan kebijakan yang sangat realistis, lanjut Grace Anastasia. Pilihan ini didasarkan pada beberapa hal, selain fakta kehidupan bahwa kita senantiasa berdampingan dengan makhluk hidup lain.
Pertama, para ahli kesehatan menyatakan bahwa kekebalan tubuh manusia adalah senjata ampuh dalam memerangi virus. Namun di sisi lain, pembatasan kegiatan masyarakat yang berkepanjangan akan menjadikan tekanan psikologis dalam menjalani kehidupan, yang berujung pada penurunan imunitas tubuh, dan rentan terjangkit Covid-19.
Kedua, dari pemberitaan media yang ada, membuktikan bahwa pasien Covid-19 yang telah dinyatakan sembuh dapat terserang virus yang sama.
“Artinya bahwa sepanjang belum ditemukan anti virusnya dan pola pembatasan menjadi pola utama pencegahan penyebaran virus, maka kita membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk melakukan pembatasan aktivitas masyarakat ini,” ujar Grace Anastasia
Ketiga, jika pembatasan yang dilakukan dalam rentang waktu yang panjang, tentu akan berdampak negatif terhadap kondisi ekonomi, sosial, budaya, serta keamanan daerah maupun negara, yang membutuhkan energi besar dalam penanganannya.
Oleh karenanya, maka kebijakan New Normal ini merupakan kebijakan yang realisitis adanya. Namun penerapan New Normal, membutuhkan proses, mulai dari pembentukan dasar hukumnya, edukasi kepada masyarakat terkait penerapan protokol kesehatannya.
“Perlu juga uji coba penerapannya kepada masyarakat, dan pelaksanaan dengan penegakan sanksinya,” imbuh Grace Anastasia menegaskan.
Perangkat hukum dalam menunjang pelaksanaan New Normal ini juga harus memuat tentang kewajiban pemerintah dalam pemenuhan kesiapan sarana dan prasarana kesehatan di setiap daerah.
“Perlu diperhatikan pula upaya menangani kasus Covid-19 yang terjadi kemudian selama penerapan New Normal di masing-masing daerah,” ujar Grace Anastasia.
Menurutnya pola baru dalam kehidupan masyarakat kita dengan konsistensi penerapan protokol pencegahan penyebaran Covid-19 adalah bagian dari penyesuaian diri kita terhadap perubahan kondisi alam dimana kita tinggal.
“Maka saya secara pribadi sangat mendukung kebijakan New Normal ini untuk diterapkan segera,” tegas Grace Anastasia mengakhiri pembicaraan dengan awak media.