Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendukung pernyataan pakar hukum tatanegara Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan tidak ada alasan untuk dilakukannya pemakzulan pada Presiden Jokowi terkait terbitnya Perpu Cipta Kerja. PSI menilai pernyataan tentang pemakulan presiden terkait Perpu Cipta Kerja adalah pemikiran yang grasa -grusu.
Juru Bicara DPP PSI Nanang Priyo Utomo mengungkapkan bahwa alasan pemakzulan tercantum jelas dalam UUD 1945. Nanang menyebutkan ada 6 alasan yang bisa menjadi pintu masuk pemakzulan.
“Pintu masuknya ada enam yaitu Pengkhianatan pada negara, tindak kejahatan, suap menyuap, tindak pidana berat, perbuatan tercela dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Terus pintu sebelah mana yang mau dipakai?” ujar Nanang.
Lebih lanjut Nanang dengan berkelakar mengungkapkan bahwa menyikapi Perpu dengab wacana pemakzulan ibarat mengobati penyakit jantung dengan salep. Hal ini mendasar pada kedudukan Perpu yang menurut Pasal 22 UUD 1945 harus dimintakan persetujuan DPR.
“Perpu ini kewenangan presiden. Dalam pasal 22 presiden berhak menerbitkan Perpu. Perpu ini nanti dibawa ke DPR untuk dimintakan persetujuan. Kalau ada yang salah ya Perpunya yang ditolak, bukan Presidennya yang diturunkan. Kok seperti mengobati sakit jantung pakai salep,” ujar Nanang.
Lebih lanjut Nanang meminta semua pihak untuk bersikap arif dalam menilai terbitnya Perpu Cipta Kerja. Perpu ini terbit sebagai antisipasi ancaman resesi dunia berdasarkan data-data yang kredibel.
“Niatnya ini kan baik ya, lembaga-lembaga dunia sudah memberikan warning resesi. Kita mau melangkah membuat kebijakan terhambat karena belum ada sandaran konstitusionalnya. Jadi secepatnya diterbitkan aturan,” tukas Nanang.
Di sisi lain Nanang mengungkapkan bahwa dengan pilihan Perpu maka dalam masa pembahasan di DPR aturan sudah bisa berlaku. Lain halnya dengan revisi Undang-undang yang selama pembahasan belum bisa berlaku.
“Bisa dibahas baik-baik di DPR, selama pembahasan tidak ada kekosongan sehingga pemerintah bisa kerja,” cetus Nanang.