Kisruh dan protes menyusul kenaikan tarif tiket masuk ke Taman Nasional Komodo menjadi Rp 3,75 juta dinilai merupakan buntut buruknya komunikasi dari pengambil keputusan dan akumulasi kekecewaan selama ini.
“Rp 3,75 juta ini adalah tarif paket kunjungan. Bagaimana mekanisme soal paket? Ini yang sangat kurang sosialisasinya. Kami juga bingung, “ kata External Relation Officer DPC Gahawisri (Gabungan Pengusaha Wisata Bahari dan Tirta) Labuan Bajo, Budi Widjaja, dalam diskusi online yang digelar DPP Partai Solidaritas Indonesia (DPP PSI), Jumat 5 Agustus 2022.
Kabarnya, kata Budi, dalam paket itu sudah tercakup tiket masuk selama satu tahun, penjemputan bandara ke hotel, suvenir, konservasi terumbu karang dan lain-lain
“Tapi itu semua masih katanya. Yang pasti adalah soal Rp 3,75 juta ini sudah diumumkan ke publik pada bulan Juni, tanpa ada sosialisasi ke pelaku pasar terlebih dulu. Hanya soal tarif yang diumumkan. Diumumkan lewat media, lalu meledak. Semua stakeholder mempertanyakan. Pemkab Manggarai Barat juga tidak tahu soal program ini,” kata Budi.
Menurut Budi, ada tiga “dosa” dalam kebijakan ini. Pertama, dosa waktu karena diterapkan saat pelaku usaha dan warga sedang melakukan pemulihan setelah pandemi lebih dari dua tahun. Kedua, dosa komunikasi karena tidak ada sosialisasi. Dosa terakhir, tidak ada kejelasan program.
“Realitasnya, banyak wisatawan yang membatalkan perjalanan ke Pulau Komodo. Respons jelek sekali , kenaikan tarif tiket tidak masuk akal,” ujar Budi dalam diskusi yang dimoderatori Direktur Pariwisata DPP PSI, Aishah Gray, tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Daerah Walhi NTT, Umbu Wulang T Paranggi, menyatakan, gelombang protes ini merupakan akumulasi kekecewaan atas pengelolaan taman nasional. Harga tiket hanya pemicu.
“Pertama, soal relokasi penduduk dari Pulau Komodo karena alasan akan dijadikan tempat wisata premium. Itu diprotes. Gagal akhirnya. Kedua, soal pemberian izin konsesi Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) kepada dua perusahaan. Nah, pemerintah menaikkan harga tiket dengan dalih konservasi. Di sisi lain, di lokasi konservasi, ada pemberian konsesi kepada perusahaan-perusahaan, ratusan hektar konsesinya. Ini tidak konsisten,” tutur Umbu.
Kedua, kenaikan harga ini mengindikasikan adanya monopoli. Karena, semua urusan untuk pergi ke Pulau Komodo dan Pulau Padar harus melalui PT Flobamor, badan usaha milik daerah (BUMD) NTT.
“Lucunya, di tengah kekacauan ini, pihak Taman Nasional tidak bicara, kayak sembunyi. Padahal mereka yang kasih izin segala macam,” ujar Umbu.
Lebih jauh, Umbu mengatakan, sejak kawasan Komodo jadi taman nasional di bawah KLHK, masyarakat terus mengalami pengusiran. Berpindah dari satu mata pencaharian ke mata pencaharian yang lain.
“Warga Pulau Komodo mula-mula berprofesi sebagai petani. Namun demi konservasi, mereka dipaksa beralih profesi menjadi nelayan. Ketika masyarakat nyaman dengan profesi nelayan, pemerintah kembali lagi membuat zonasi laut. Juga demi konservasi,” kata Umbu.
Terakhir, ketika warga baru saja menikmati profesi baru sebagai pelaku wisata, pemerintah lagi-lagi merusak dengan kebijakan kenaikan tiket ini.
Direktur Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan DPP PSI, Mikhail Gorbachev Dom, mengatakan, terkait kenaikan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo, komunikasi yang baik harus dikedepankan.
“Ambiguitas di masyarakat, pelaku usaha, dan wisatawan harus diatasi, tidak boleh lagi ada ketidakpastian. Kebijakan ini harus disosialisasikan dengan baik pada semua stakeholder dan menjawab pertanyaan sejumlah pertanyaan besar seperti bagaimana transparansi alokasi dana yang nanti dibayarkan, seperti apa mekanisme keterlibatan masyarakat lokal dalam skenario pengembangan pariwisata ini, dan apakah benar ada monopoli usaha pariwisata,” kata pria yang akrab disapa Gorba tersebut.
Gorba menegaskan, mitigasi harus dilakukan segera, jangan dibiarkan berlarut-larut. Sebab, konsekuensinya adalah kepercayaan dan minat para wisatawan terhadap Taman Nasional Komodo dan Labuan Bajo bisa hilang.
Terkait solusi, Budi Widjaja menyarankan rencana kenaikan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo disetop sementara. Perlu kajian ulang. Keterlibatan para stakeholder sangat penting. Duduk bersama, bicara dan rumuskan. Juga dibikin pemetaan dari berbagai sisi.
Senada dengan itu, Umbu mendesak pemerintah melakukan konsultasi publik, kalau perlu referendum.
“Bila diperlukan lakukan referendum kebijakan. Dengan pengetahuan kritis masing-masing, kita ambil keputusan. Pelaku usaha dan warga diminta memilih,” kata Umbu