Masyarakat kian optimis terhadap upaya pemberantasan korupsi dan sosialisasi anti korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tengah meningkatnya eskalasi kasus besar korupsi. Salah satunya adalah kasus korupsi mega proyek e-KTP yang mengindikasikan kerugian Negara sebesar 2,3 triliun rupiah.
Skandal bagi-bagi uang yang melibatkan banyak pihak, tidak terlepas dari lemahnya sistem pengawasan anggaran kita selama ini. Pengawas anggaran yang duduk di gedung parlemen dan pemangku kebijakan, cenderung menggunakan cara-cara tradisional agar dapat memudahkan transaksi-transaksi gelap yang berpotensi adanya penyelewengan anggaran. Semua itu karena mentalitas birokrat dan para pejabat yang masih jauh dari harapan. Sehingga sangat terbuka lebar menjangkitnya budaya korup di negeri ini.
Selaini itu, reformasi dan transparansi anggaran juga tidak diefektifkan sebaik mungkin, dan kolektifitas publik tidak diikut sertakan dalam pengawasan anggaran. Di mana seharusnya setiap perencanaan maupun penggunaan anggaran dapat terakses oleh publik sebagai pengawas paling independen. Situs http://apbd.jakarta.go.id/ adalah contoh sistem tata kelola keuangan pemerintah daerah yang baik, efektif dan paling efesien. Melibatkan masyarakat luas sebagai pengawas anggaran, tidak hanya para anggota parlemen yang duduk di DPRD DKI Jakarta, sebagai lembaga pengawasan kebijakan Pemda DKI.
Seharusnya sistem tata kelola keuangan dan anggaran Pemda DKI seperti E-Budgeting dapat menjadi acuan dan diterapkan daerah-daerah lainnya, bahkan di lembaga-lembaga Negara. Dengan terbentuknya sistem anggaran yang transparan dan akuntabel, semua dapat di pertanggungjawabkan keabsahan penggunaannya dan pasti akan dirasakan azas manfaatnya bagi masyarakat luas dalam pembangunan daerah maupun pembangunan nasional. Era teknologi dan informasi keterbukaan digital ini sudah seharusnya dimanfaatkan seluas-luasnya. Karena banyak karya anak bangsa dalam membuat aplikasi-aplikasi sistem digitalisasi yang dapat di kolaborasikan dengan lembaga maupun institusi pemerintahan dan pelaksana kebijakan.
Setelah reformasi dan transparansi anggaran, untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan anggaran sejak dini. Kita perkuat dari lini penegakan hukum, sebagai garda terakhir dalam menindak adanya pelanggaran tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme. KPK hadir di era demokrasi, di mana tingkat korupsi sangat tinggi, bahkan di era orde baru serta mengakar sampai dengan era reformasi, seharusnya bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, apalagi adanya intervensi, pelemahan dari semangat dan nilai-nilai untuk memberantas korupsi. KPK adalah salah satu lembaga yang menjadi harapan masyarakat dengan tingkat kepercayaan yang paling tinggi, di samping pesimistis lembaga-lembaga penegakan hukum lainnya oleh masyarakat
Dan melihat sepak terjang dan konsistensi oleh KPK dalam memberantas korupsi, memang sudah selayaknya masyarakat memiliki dan menaruh harapan besar untuk KPK agar tetap terjaga. Para anggota DPR dan fraksi-fraksi partai politik terlalu ambisius untuk menggoyang KPK. Padahal KPK diapresiasi oleh begitu banyak pihak dan publik, karena hasil kinerja yang nyata, sangatlah bertolak belakang dengan lembaga mereka bernaung, yaitu DPR di Senayan, yang menempati posisi terendah lembaga pemerintahan dalam tingkat kepercayaan publik.
Artinya, sebelum berbicara membenahi lembaga KPK, alangkah baiknya wakil rakyat di DPR, membenahi lembaganya sendiri terlebih dahulu. “Public Trust” seharusnya kembali menjadi prioritas utama bagi lembaga seperti DPR dan para wakil rakyat di dalamnya, untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat dan menunjukkan eksistensi lembaga yang memiliki kredibilitas.
Hak Angket yang di gulirkan dan di sahkan oleh fraksi-fraksi di DPR, cenderung mengarah untuk memperlemah dan mengintervensi KPK, dengan dalih perbaikan di tubuh KPK. Hak Angket sebagai akumulasi upaya-upaya sebelumnya untuk KPK, sebagai lembaga pemberantasan korupsi. Diantara beberapa upayanya adalah izin penyadapan oleh KPK, harus seizin dari pengadilan, artinya jika ada pihak yang terindikasi melakukan praktek korupsi, maka KPK harus meminta izin kepada pihak pengadilan, yang sangat berpotensi untuk bocornya informasi dan di ketahui oleh pihak yang terindikasi melakukan tindakan korupsi.
Lalu adanya penuntutan pelaku korupsi hanya dapat di lakukan oleh kejaksaan, bukan dari jaksa penuntuk KPK, dan ancaman nyata bagi anggota KPK, seperti Novel Baswedan. Semua itu adalah sebagian upaya yang terang-terangan di lakukan oleh pihak-pihak yang merasa kepentingan dan keuntungan dari berbagai lini bisnis serta kebijakan transaksional yang sebelumnya sangat mudah di lakukan, sekarang sangat sulit di lakukan.
Mereka menghalalkan segala cara untuk melanggengkan praktik-praktik kotor, dan berupaya menghancurkan tembok penghalang seperti peranan KPK selama ini. Namun seperti tupai yang pandai melompat, tapi dia akan terjatuh juga. Itulah realita yang terjadi sekarang bagi mereka yang terjerat kasus korupsi, perlahan-lahan mulai terkuak siapa-siapa dalang dan para pelaku korupsi. Mereka berupaya mengkamuflasekan sedemikian rupa sebuah Hak angket, agar pihak-pihak yang terindikasi dan pernah melakukan praktik korupsi, khususnya yang menikmati hasil bagi-bagi dari Mega proyek E-KTP, dapat terbebas dari ancaman nyata dan jeratan hukum oleh KPK.
Dan yang terakhir dari akhir tulisan ini adalah agar lembaga KPK dengan segudang prestasinya dalam 15 Tahun sejak Tahun 2012 berkiprah memberantas korupsi, tetaplah menjadi lembaga yang konsisten dalam memberantas korupsi. Karena KPK dapat bertahan sampai saat ini dan tetap menjadi kuat karena dua hal, yang pertama ; Oleh Lembaga KPK itu sendiri, yaitu dengan menjadi lembaga yang tetap berintegritas dan independen dalam memberantas korupsi.
Dan yang kedua ; Oleh Publik, kekuatan-kekuatan positif yang terorganisir baik dari masyarakat dan segenap elemen bangsa, dan kebangkitan “silent majority” yang jenuh dengan tindak tanduk korupsi selama ini, akan menjadi kekuatan untuk mengblokade upaya-upaya pelemahan di KPK.
Di masa yang akan datang, ketika reformasi dan transparansi sudah mulai di lakukan oleh segenap pemangku kebijakan dan kekuasaan. Indikator keberhasilan lembaga anti korupsi seperti KPK bukan lagi terletak pada banyaknya pelaku korupsi yang ditangkap. Memiskinkan Koruptor jauh lebih manusiawi daripada yang termiskinkan oleh Koruptor, tetapi mencegah semakin banyaknya Koruptor, jauh lebih baik daripada memberi celah bagi Koruptor.
Ronald Hutajulu
Anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Praktisi Hukum
Opini ini pendapat pribadi penulis