Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta DPR tidak menyia-nyiakan momentum kebangkitan pemberantasan korupsi dengan menunda-nunda pembahasan dan pengesahan RUU tersebut. Badan Legislasi (Baleg) DPR sebelumnya tak menyepakati RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022, namun peluang masuk masih ada melalui evaluasi prolegnas untuk menggantikan undang-undang yang sudah disahkan.
“Permasalahan korupsi tidak akan selesai selama harta haram masih bebas berkeliaran dan menjadikan pidana kurungan terlihat ringan dijalani. Tidak ada alasan untuk menunda RUU yang naskah akademiknya sudah sangat baik disusun dari tahun 2012, kecuali bila DPR mengibaratkannya seperti kelewang yang dapat membabat kakinya sendiri,” demikian pernyataan Juru Bicara PSI, Ariyo Bimmo dalam keterangan tertulis, Sabtu, 8 Januari 2022. Adapun mengenai ketentuan siapa yang mengelola aset setelah dirampas, menurutnya hanya satu bentuk pengalihan isu karena bagaimanapun ranahnya adalah kekuasaan eksekutif sehingga Presiden tinggal memutuskan.
PSI berpendapat bahwa pernyataan Jokowi pada Hari Anti Korupsi Sedunia 9 Desember 2021 harus dilihat sebagai political will Pemerintah untuk benar-benar mewujudkan suatu instrumen hukum yang mampu merampas seluruh harta kekayaan yang dihasilkan dari suatu tindak pidana serta seluruh sarana yang memungkinkan terlaksananya tindak pidana, terutama tindak pidana bermotif ekonomi. “Pak Jokowi mengatakan hal yang sama pada acara ulang tahun PSI, artinya ini penting sampai dinyatakan berulang-ulang. RUU Perampasan Aset dalam konteks kekinian seperti langkah catur melawan banyak kejahatan, bukan hanya tindak pidana korupsi. Karenanya, kami tidak heran bila ada fightback terutama dari pihak yang mengandalkan uang untuk berbuat jahat,” lanjut Bimmo.
RUU Perampasan Aset akan memperkuat berbagai Undang-undang yang ada , termasuk UU Kejaksaan yang baru saja ditandatangani, terutama dalam hal aset-aset yang “tidak terkait” tindak pidana yang didakwakan. “Diselipkan ketentuan Pengayaan Secara Tidak Sah (Illicit Enrichment) dan Beban Pembuktian Terbalik yang seringkali dilupakan orang. Ini ada di naskah akademiknya dan inilah yang bikin koruptor takut sebenarnya,” tukas politisi yang sebelumnya adalah seorang pegiat reformasi peradilan.
PSI sepakat dengan pernyataan Presiden Jokowi bahwa pemberantasan korupsi harus mengobati akar masalah dan pencegahan merupakan langkah yang lebih fundamental. “Beliau sudah mengerti benar kerangka masalahnya. Geber LHKPN merupakan permulaan yang baik. UU Kejaksaan sebagai ancang-ancang, tapi gasnya harus melalui RUU Perampasan Aset,” tutup Bimmo.