Tak banyak anak muda seperti Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak. Sosok muda dan berprestasi membuatnya layak melanjutkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Demikian disampaikan Nanang Prioyo Utomo dalam diskusi Rembuk Rakyat PSI berjudul “Kalau Emil Dardak Jadi Presiden.”
“Saya melihat Emil Dardak ini sosok langka di Indonesia. Bagaimana tidak, dia mendapat gelar Diploma dari universitas luar negeri (Australia) di usia 17 tahun. Kemudian, di usia 21 tahun dia sudah menjadi Doktor di Jepang. Di saat bersamaan, dia juga sebagai Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Tokyo,” kata Penggagas Relawan Emil Presiden itu, Jumat 20 Mei 2022.
Emil, sebut Nanang, juga punya karier profesional cemerlang sebelum terjun ke dunia politik. Dia pernah menjadi petinggi BUMN. Ini menjadikan Emil kenyang pengalaman di usianya yang masih muda.
“Di bawah usia 30 tahun sudah memegang jabatan besar di PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia, tidak banyak pemuda seperti Mas Emil. Jadi pemuda-pemuda seusia Mas Emil saat itu masih dalam tataran mengkritisi tapi dia sudah siap dikritisi,” ujarnya.
Selain itu, di kancah politik, Emil dipandang memiliki kesamaan dengan Presiden Jokowi, yaitu berani mengambil risiko dan meninggalkan zona nyaman dunia profesional untuk mengabdi kepada rakyat.
“Masih di usia 31 tahun saat itu dengan jabatan empuk, tapi dia memilih pulang ke kampung, mencalonkan diri sebagai Bupati di salah satu Kabupaten termiskin di Jawa Timur. Selama jadi Bupati, dalam waktu 2 tahun, dia sudah mengoleksi sejumlah penghargaan,” imbuh Nanang.
Namun, Nanang menyebut Emil harus lebih rajin mempublikasikan diri di media sosial jika ingin maju di bursa Pilpres 2024. Sebab, masyarakat perlu mengenal dan tahu sosok calon pemimpin mereka.
“Dia jarang tampil di TV, kemudian tidak begitu aktif di media sosial. Bagaimana masyarakat bisa tahu? Jadi kelemahannya ada pada publikasi. Dan Rembuk Rakyat PSI ini adalah salah satu jalan untuk mempublikasikan Mas Emil kepada masyarakat,” tambah dia.
Nanang pun menilai, Emil sebagai pribadi yang bersih dan moderat. Terhadap isu antikorupsi, Emil tak ragu membuka anggaran kepada masyarakat kala menjabat Bupati Trenggalek.
“Saya pernah datang ke Trenggalek pada saat Mas Emil jadi Bupati. Para birokrat sempat kaget karena Mas Emil begitu terbuka membuka anggaran daerah kepada masyarakat, yang biasanya susah diakses, malah dia buka di mana-mana. Jadi kalau masalah antikorupsi, kita sudah sangat yakin dengan Mas Emil,” papar Nanang.
Begitu juga dengan isu anti-intoleransi, Emil menunjukkan posisi yang jelas. Dia duduk sebagai Pembina GP Ansor Jawa Timur, sayap organisasi NU yang kerap tampil menjaga toleransi.
“Mas Emil ini sekarang jadi Pembina GP Ansor dan Banser Jawa Timur. Saya yakin, kita tidak asing dengan sepak terjang GP Ansor dan Banser dalam menjaga toleransi di Indonesia,” tegasnya.
Pembicara lain, Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang, KH Zahrul Azhar Asumta, turut memperlihatkan keunggulan lain Emil sebagai pemimpin masa depan.
Pria yang disapa Gus Hans itu berujar, Emil piawai berkomunikasi dengan para birokrat bawahannya.
“Kalau dalam memimpin, saya melihat tidak ada kendala komunikasi yang berarti walaupun yang dia pimpin usianya jauh lebih tua. Artinya, cara menyampaikan dan juga poin-poin yang disampaikan kepada birokrat atau anak buah bisa mudah diserap, apalagi dengan pengalaman sebagai Bupati sebelumnya tentu ini bisa memudahkan langkah kerjanya,” tutur mantan Jubir Pemenangan Khofifah Parawansa – Emil Dardak di Pilkada Jatim 2018 itu.
Gus Hans juga menampik stereotip anak muda belum pantas menjadi Presiden 2024. Menurutnya, kepemimpinan adalah hasil tempaan dan Emil membuktikan bahwa anak muda mampu memimpin.
“Masalah usia itu sudah pasti, kalau soal kematangan dan kedewasaan adalah pilihan yang bisa diasah dengan day by day activity, dan bagaimana dia berinteraksi dengan yang lain. Dan saya masih meyakini bahwa kepemimpinan itu tidak murni given tetapi harus kita cari dan bentuk karakter itu,” lanjut dia.
Mengamini Nanang, Gus Hans mengenal Emil sebagai tipe pemimpin bersih yang tidak memanfaatkan fasilitas jabatan untuk kepentingan pribadi.
“Saya menjadi saksi, bahwa Mas Emil punya komitmen yang sangat tinggi dalam hal antikorupsi dan anti-intoleransi. Terbukti dengan fasilitas yang dimiliki dan juga yang dimanfaatkan oleh Wagub yang menurut saya sangat sederhana, bahkan sekelas Wagub saja dia bingung soal mobil buat istri, padahal kalau Wagub yang lain tinggal beli-beli mobil aja, beres kan,” kata dia.
Diskusi yang dimoderatori Jubir DPP PSI, Zebi Magnolia itu, turut menyinggung syarat usia Calon Presiden minimal 40 tahun yang bakal menjadi batu sandungan Emil bila ingin maju di Pilpres 2024 mendatang. Sebab, usia Emil belum genap 40 tahun.
Terkait itu, Gus Hans menyerahkannya kepada masyarakat. Jika masyarakat menghendaki Emil memimpin Indonesia, bukan tidak mungkin aturan itu revisi.
“Munculkan terus wacana syarat usia minimal Capres ini, kalau masyarakat merespons dan bergerak, tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Saya mengapresiasi pikiran-pikiran dan gagasan Rembuk Rakyat yang memunculkan generasi-generasi muda sebagai pemimpin, artinya menunjukkan optimisme dan kohesivitas bahwa di Indonesia masih banyak orang baik untuk jadi pemimpin,” tandas Gus Hans.
Diskusi ini bagian dari Rembuk Rakyat yang diinisiasi PSI untuk mendengar suara rakyat tentang kandidat tepat penerus kepemimpinan Jokowi.
Dari Rembuk Rakyat PSI, muncul sembilan nama yang dianggap ideal oleh masyarakat sebagai pengganti Jokowi. Mereka adalah Emil Dardak, Erick Thohir, Ganjar Pranowo, Mahfud MD, Muhammad Andika Perkasa, Mochamad Ridwan Kamil, Muhammad Tito Karnavian, Najwa Shihab, dan Sri Mulyani Indrawati. Publik bisa ikut berpartisipasi dan menentukan pilihan politiknya di rembukrakyat.psi.id