Cerita Ketum PSI Melawan Pemalakan

Indonesia Tanpa Bullying #Merdeka100Persen

Testimoni Grace Natalie, Ketua Umum PSI

Melly selalu menjadi ancaman bagi teman-temannya, tidak hanya anak perempuan, anak cowo-pun takut kepadanya. Selain karena badannya yang bongsor, Melly juga merasa lebih senior dibanding yang lainnya, karena pernah tinggal kelas. “Semua keinginan Melly harus diturutin” demikian kenang Grace Natalie yang ketika itu duduk di bangku kelas 4 atau 5, salah satu Sekolah Dasar di daerah Sunter.

Bukti superioritas Melly ditunjukkan dengan bermacam-macam, mulai dari malakin teman-teman, mengantar pulang ke rumah, sampai memerintahkan teman sekelas untuk memusuhi orang yang tidak disukainya, semua harus ikut aturan Melly. “Ketika itu aku kebagian disurun anterin pulang saban hari kerumahnya, mau nolak nggak berani” cerita Grace sambil tersenyum.

Grace pernah menceritakannya ke orang tuanya, itupun karena terpaksa akibat Mamanya heran mengapa Grace selalu telat tiba dirumah. Mama marah, setelah tahu bahwa Grace dipaksa untuk mengantar Melly pulang ke rumah. Namun meskipun marah, Mama Grace tidak langsung turun tangan, dia menyemangati Grace untuk menolak permintaan Melly, jika tidak berani maka terpaksa dia yang akan menemui orang tua Melly. Diberi pilihan seperti itu Grace mengambil keputusan “saya lebih takut lagi kalau sampai Mama begitu (Mamanya menemui orang tua Melly), jadi saya ambil opsi satu, mengumpulkan keberanian menghadapi Melly.”

Hari menentukan itupun tiba, Grace sudah memutuskan untuk mengatakan ‘tidak’ pada kehendak Melly. “Rasanya takut banget, perut mules, telapak tangan terasa dingin, deg-degan banget pokoknya” kenang Grace. Tapi itu tidak berlangsung lama, ternyata tidak terjadi kekerasan atau apapun, Grace sangat lega dan merasa lepas dari beban.  Hal yang sebenarnya ditakuti oleh Grace bukanlah melawan Melly, tapi konsekuensi dimusuhi oleh teman sekelasnya. Ketakutan Grace terbukti “Keesokan harinya saat tiba di sekolah baru lah efeknya terasa. Nggak ada yang bisa saya ajakin bicara, kalau waktu istirahat ngga ada yang bisa diajak main dan makan bareng. Sedih banget lah. Rasanya seperti jadi anak yang terkucil dan terbuang.”

Tapi aksi pengucilan itu tidak berlangsung lama, sekitar satu minggu, yang bagi Grace terasa sangat lama, pelan-pelan teman-temannya mulai memberanikan diri untuk berbicara dengannya dan keadaan normal seperti semula. Melly tidak pernah lagi memaksa Grace, “Melly ganti target, bukan saya lagi.”
Ingatan tentang cerita itu melekat pada diri Grace, meskipun tidak berakibat apa-apa secara psikologis pada diri Grace.  “Kalau ingat malah jadi lucu aja, apalagi sekarang orangnya berubah banget, jadi lemah lembut dan feminism banget malah si tukang bully itu.” kenang Grace sambil tertawa.

 

Recommended Posts