Ketua DPW PSI Jawa Tengah, Ken Ragil Turyono, meyakini Ganjar Pranowo merupakan sosok tepat untuk melanjutkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Demikian disampaikannya dalam acara Rembuk Rakyat PSI berjudul “Meneropong Ganjar Pranowo.”
“Pada waktunya Pak Jokowi purna di dalam pengabdiannya sebagai Presiden, dibutuhkan penerus yang dapat menjamin apa yang sudah dikerjakan Pak Jokowi sebagai arah pembangunan bangsa. Nah, Pak Ganjar jawabannya,” kata Ken, Jumat 18 Maret 2022.
Selain diyakini mampu meneruskan agenda pembangunan nasional yang telah dimulai Presiden Jokowi, ucap Ken, Ganjar adalah sosok nasionalis sejati yang bisa membendung kekuatan kelompok radikal yang ingin mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa.
“Ancaman radikalisme dan ideologi-ideologi yang berseberangan dengan Pancasila menjadi bahaya yang yang harus diwaspadai dan sosok Pak Ganjar adalah nasionalis sejati. Kami meyakini bahwa Pak Ganjar dapat menjamin Pancasila dan merawat kebhinnekaan,” ujarnya.
Dari segi kepemimpinan, lanjut Ken, Ganjar termasuk pemimpin unik dan memiliki karakter kuat. Hal itu terlihat dari bagaimana Ganjar kerap turun langsung menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat Jawa Tengah.
“Pak Ganjar juga sosok pemimpin yang berani, selalu turun ke masyarakat, menyapa rakyat dan menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat, tidak hanya pencitraan,” tegas pria asal Purbalingga itu.
Lebih jauh Ken memaparkan, Jokowi dan Ganjar memiliki banyak kesamaan. Jokowi maupun Ganjar merupakan cerminan pemimpin sederhana dan merakyat. Perjalanan karier politik keduanya pun dimulai dari bawah. Soal prestasi kerja, sudah terbukti. Mereka sebagai peletak fondasi kemajuan pembangunan dan kesejahteraan.
Pembicara lain, Ketua Umum Kornas Ganjarist Eko Kuntadhi, menyebut sederet prestasi Ganjar selama 2 periode menjabat Gubernur Jawa Tengah. Salah satu keberhasilan Ganjar yaitu program Bedah Rumah warga miskin. Sampai hari ini, kata Eko, Ganjar sudah memperbaiki 1,2 juta lebih unit rumah tak layak huni menjadi layak huni.
Menariknya, sambung Eko, untuk memperbaiki jutaan rumah tak layak huni tersebut, Ganjar tidak sepenuhnya bergantung pada pendanaan dari APBD. Ganjar justru menggerakkan masyarakat sekitar untuk gotong royong menjalankan program Bedah Rumah itu.
“Artinya bukan sekadar program perbaikan rumah warga, tapi yang menarik adalah program ini menjadi lokomotif yang menggerakkan masyarakat sekitar rumah yang akan dibedah ini untuk mau bekerja sama, mau menyumbangkan sesuatu, mau terlibat dalam peristiwa gotong royong yang luar biasa,” ujar Eko.
Karena itu, Eko menyebut Ganjar tak sekadar seorang pemimpin, melainkan juga inspirator yang layak mendapat apresiasi tinggi.
“Saya ingin mengatakan bahwa orang-orang yang mampu memberikan inspirasi sehingga orang lain mau bergerak, membuat masyarakat mau menyumbangkan sesuatu, ini nilainya jauh lebih tinggi dibanding orang-orang yang punya budget besar kemudian membangun sesuatu karena yang dilibatkan adalah kontraktor dan dia tidak memberi inspirasi,” imbuhnya.
Senada dengan Ken, Eko juga berpandangan penting untuk mencari sosok calon Presiden yang punya kesamaan ideologi dan kemampuan seperti Presiden Jokowi. Pasalnya, Indonesia tengah memasuki bonus demografi yang mencapai puncaknya pada 2030.
“Penting untuk mencari orang yang memang, secara ideologi maupun kapabilitas, mampu melanjutkan apa yang sudah dikerjakan Pak Jokowi agar anak-anak muda kita tidak susah mencari ruang kreativitas, misalnya, mengakses dunia kerja, pendidikan, dan lain-lain,” kata dia.
“Kalau itu tidak dilakukan, karena kita baru saja membangun infrastruktur, baru saja membuka regulasi untuk mengembangkan investasi, dan tidak dilanjutkan ke depan, kita akan menghadapi ‘kiamat kependudukan’ karena masalah kependudukan ini bisa menjadi kekecewaan sosial, masuklah ideologi-ideologi radikal, akhirnya menjadi ledakan yang berbahaya buat bangsa,” sebut Eko.
Dalam diskusi yang dimoderatori Juru Bicara DPP PSI, Francine Widjojo itu, Ken dan Eko juga menjawab tudingan yang mengaitkan Ganjar dalam pusaran kasus korupsi e-KTP.
Menurut Ken, isu itu sengaja diembuskan oleh pihak-pihak yang khawatir dengan popularitas dan elektabilitas Ganjar yang kian meroket. Alih-alih menggerus elektabilitas Ganjar, isu itu justru membuat nama Ganjar kian bersinar.
“Pak Ganjar bersih secara hukum, tidak ada vonis pengadilan dan tidak ada fakta hukum yang menyebut Pak Ganjar terlibat di dalam kasus e-KTP, sehingga tidak akan mengurangi kredibilitas beliau sebagai calon pemimpin masa depan. Perkara itu disebut oleh orang-orang yang ketakutan dengan popularitas Pak Ganjar. Semakin (isu) itu digosok justru Pak Ganjar semakin bersinar,” tegasnya.
Sementara Eko, menyebut isu korupsi e-KTP yang menyeret nama Ganjar selalu muncul menjelang peristiwa politik penting, termasuk pada saat masa kampanye Pilkada Jawa Tengah dan menjelang Pilpres. Tujuan isu itu dimunculkan, tak lain adalah untuk menjegal Ganjar.
“Ketika Pilkada Jateng pertama yang diikuti Pak Ganjar, isu e-KTP ini muncul. Pilkada Jateng kedua, isu ini muncul lagi. Sekarang menjelang Pilpres, isu ini muncul lagi. Tapi gak pernah selesai karena ini memang sebuah isu. Sama seperti isunya Pak Jokowi bukan pribumi, dari Pilpres pertama dan kedua itu selalu muncul,” pungkas Eko.
Diskusi ini merupakan bagian dari Rembuk Rakyat yang diinisiasi PSI untuk mendengar suara rakyat tentang kandidat tepat penerus kepemimpinan Presiden Jokowi.
Dari Rembuk Rakyat PSI, muncul sembilan nama yang dianggap ideal oleh masyarakat sebagai pengganti Presiden Joko Widodo. Mereka adalah Emil Dardak, Erick Thohir, Ganjar Pranowo, Mahfud MD, Muhammad Andika Perkasa, Mochamad Ridwan Kamil, Muhammad Tito Karnavian, Najwa Shihab, dan Sri Mulyani Indrawati. Publik bisa ikut berpartisipasi dan menentukan pilihan politiknya dengan di rembukrakyat.psi.id.