Rebut Pemilih Muda, PSI Diminta Jawab Persoalan Anak Muda
Gagasan mengusung politik anak muda yang diusung Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bukan tanpa tantangan. Direktur Saiful Mujani Research and Consulting, Djayadi Hanan mengungkapkan, jumlah pemilih muda memang sangat besar, bahkan mayoritas. Jumlah pemilih usia muda — 38 tahun ke bawah– mencapai 55 persen.
Djajadi mengingatkan, sebagai partai baru, PSI harus menggunakan pendekatan yang lebih personal dan segmented untuk menggarapnya. “Jadilah tokoh di tempat masing-masing, beda dengan partai-partai besar yang punya tokoh nasional,” ujar Djajadi dalam serial Pojok Tanah Abang Solidarity Lecturer dengan tema “Menakar Peluang Politik Anak Muda pada Pemilu 2019 di basecamp DPP PSI, Jakarta Pusat.
Menurut dia, anak muda kurang suka dengan isu-isu politik yang hard. Mereka lebih suka yang sifatnya non-politis. “Mereka gandrung dengan aktivisme sosial, tetapi tidak diwujudkan dalam organisasi yang birokratik, lebih suka yang kurang formal dan cross-cutting,” ungkap Djajadi.
Tantangan lain, kata dia, volatilitas anak muda dalam perilaku memilih tinggi, mudah pindah ke lain hati. “Positifnya, ini peluang bagi partai baru, sepanjang bisa memberi jawaban atas persoalan anak muda,” kata Djajadi.
Selama ini, PSI dikenal publik sebagai partai anak muda. Namun, gagasan mengusung politik anak muda bukan tanpa tantangan. Fenomena Brexit di Inggris dan kemenangan Donald Trump di Amerika Serikat menunjukkan tingginya aktivitas anak-anak muda di media sosial, tetapi tidak mau datang memilih ke TPS.
“Generasi milenial sangat energetik, kreatif, dan fasih dengan teknologi. Tetapi bagaimana mendorong agar partisipasi politiknya juga tinggi,” ungkap Ketua Umum DPP PSI Grace Natalie dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Jumat (25/11). Secara rutin, PSI akan menggelar Solidarity Lecturer.
Dalam diskusi itu, Direktur Eksekutif CSIS, Philip J Vermonte menyarankan agar demografi pemilih usia muda harus dipetakan di tingkat dapil. Menurut dia, penting pula dicari irisan antara usia dengan kelas ekonomi.
“Semua partai akan mencari pemilih anak muda, tetapi pasti beda antara anak muda PSI yang melek socmed dengan anak muda PDIP yang menarasikan wong cilik,” kata Philips.
enurut Philip, PSI harus melakukan kampanye yang berbasis data, tidak bisa menjaring semua pemilih, harus sangat segmented. “Tidak jadi soal pola kampanye yang retrospektif (mengumbar prestasi) ataukah prospektif (menawarkan janji-janji asalkan kredibel), yang penting harus tergeted,” tuturnya.
Liputan Liputan Nasional