Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sudah sejak awal membaca ada kekhawatiran dari rakyat Indonesia bahwa UU MD3 yang disahkan pada 12 Februari lalu akan menjadikan DPR menjelma sebagai lembaga adikuasa, anti-kritik, dan kebal hukum.
Atas alasan itu juga, PSI sejak awal mendukung Presiden Joko Widodo untuk tidak menandatangani UU tersebut. Bahkan PSI sudah mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) sejak Jumat 23 Februari lalu.
“Karena bagi PSI, revisi UU MD3 itu telah mengkhianati rasa keadilan bagi rakyat Indonesia serta mencederai demokrasi dan hak asasi manusia,” kata advokat dari Jaringan Advokasi Rakyat Solidaritas (Jangkar Solidaritas) Kamaruddin dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/3).
Kamaruddin menjabarkan bahwa ada beberapa pasal kontroversial dalam UU tersebut. Seperti, pasal 73 mengenai permintaan DPR kepada Polri untuk memanggil paksa, bahkan dapat dengan penyanderaan, setiap orang yang menolak memenuhi panggilan para anggota dewan, serta Polri wajib memenuhi permintaan tersebut.
Kemudian, ada pasal 122 huruf k mengenai wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum kepada siapapun yang merendahkan kehormatan DPR dan anggotanya.
“Selanjutnya, pasal 245 yang menyatakan pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan presiden dan pertimbangan MKD,” lanjutnya.
Kamaruddin secara khusus menyoroti pasal 122 huruf k. Menurutnya, pasal ini dapat membuat rakyat takut untuk mengkritik DPR di tengah kinerja mereka yang terpuruk.
“Bahwa pada prinsipnya kami sepakat semua kehormatan dan nama baik seseorang manusia harus kita hormati. Semua kehormatan dan nama baik seluruh rakyat kita jaga, apalagi kehormatan dan nama baik DPR. Tetapi jangan sampai anggota DPR seluruh Indonesia memakai Lembaga Kehormatan perwakilan rakyat Indonesia untuk mengkriminalkan rakyatnya sendiri,” kata Kamaruddin. [ian]