Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengapresiasi tiga hakim yang melakukan dissenting opinion_ dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatannya soal perbedaan kewajiban verifikasi faktual peserta pemilu.
“Kami sangat menghargai dissenting opinion dari tiga hakim tersebut, menjadi pertanda bahwa majelis hakim juga tidak bulat bersepakat. Ada tiga, dari tujuh hakim, yang menerima logika hukum kami. Tiga hakim tersebut telah melihat persoalan secara jernih dan objektif,” lanjut Ketua Umum DPP PSI Giring Ganesha, dalam keterangan tertulis, Jumat 2 September 2021.
Tiga hakim MK tersebut adalah Saldi Isra, Suhartoyo, dan Enny Nurbaningsih.
“Tiga hakim konstitusi itu dengan tepat mengajukan argumentasi bahwa terbuka kemungkinan perbedaan antara data administratif dengan hasil verifikasi faktual, baik soal jumlah anggota maupun soal akurasi kepengurusan di setiap daerah. Selain itu, verifikasi faktual harus dilakukan tanpa kecuali karena adanya pemekaran dan pembentukan daerah baru,” kata Giring.
PSI menggugat UU Pemilu terkait ketentuan verifikasi faktual hanya diberlakukan bagi partai politik yang tidak lolos/tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold, parpol yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota, dan parpol yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD.
“Inti permohonan PSI sangat rasional dan proporsional. Kami memohon perlakuan yang sama, partai parlemen dan partai non-parlemen seharusnya menjalani verifikasi faktual. Perlakuan diskriminatif jelas inkonstitusional. Hanya tiga hakim MK ini yang konsisten dengan keputusan MK pada 2017 dan 2018 tentang persamaan kewajiban semua partai untuk diverifikasi,” kata Giring.
Permohonan judicial review yang diajukan PSI ditolak MK, pekan ini. Dalam permohonannya, PSI meminta agar semua parpol harus mengikuti proses verifikasi oleh KPU guna ikut Pemilu 2024.