Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyampaikan catatan penting kepada pemerintah Indonesia terkait penanganan sebaran coronavirus (CoV) atau virus corona. Ketua Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta, Idris Ahmad, menyebut proses birokrasi yang tidak seragam menjadi kendala tersendiri untuk mengantisipasi penyebaran virus corona di Indonesia.
“Awalnya, kondisi penyakit ini disebabkan bukan dari manusia. Sehingga, kebijakan pertama yang harus diambil pemerintah Indonesia adalah mengawasi pintu masuk ke Indonesia, tapi masalahnya kita punya begitu banyak birokrasi pengawasan,” ujar Idris dalam diskusi bertajuk “Darurat Wabah Corona: Respons dan Antisipasi Indonesia,” di Basecamp DPP PSI, Selasa 11 Februari 2020.
Menurut Idris, yang dibutuhkan adalah integrasi kebijakan dalam mengawasi pintu masuk ke Indonesia. Pada gilirannya, potensi merebaknya virus corona di Indonesia bisa dideteksi sejak dini.
“Kata kuncinya adalah integrasi kebijakan. Tidak bisa Jakarta mengamankan dirinya sendiri, atau Banten membuat kebijakan sendiri, atau Kementerian Kesehatan bikin sendiri. Hal yang perlu dilakukan adalah memastikan pintu masuk kita benar-benar bisa mendeteksi jika virus corona masuk,” jelas alumni Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI itu.
Sebagai legislator, Idris pun mengusulkan tiap daerah di Indonesia membuat perda-perda yang khusus mengatur penanganan ancaman, termasuk ancaman virus corona. Atas dasar itu, daerah-daerah bisa memiliki anggaran untuk mengawasi, mendeteksi, dan memitigasi korban virus corona.
“Kita membutuhkan payung hukum atau peraturan daerah (perda) yang akhirnya punya implikasi terhadap anggaran tentang bagaimana menangani persoalan seperti virus corona,” papar Idris.
Menanggapi kepanikan masyarakat yang melihat virus corona ini merupakan bagian dari senjata biologis, Connie Rahakundini Bakrie yang juga menjadi pembicara tegas membantah. Menurutnya, virus yang berasal dari Kota Wuhan dan telah menewaskan 1.000 jiwa lebih di China, juga pernah ditemukan di Indonesia.
“Corona itu bukan senjata biologis. Kenapa? PBB telah mengadakan kerja sama dengan peneliti Jepang dari tahun 2020-2016, dan mereka menemukan memang beberapa tempat di Gorontalo dan beberapa tempat di Indonesia, itu memang berpotensi membawa virus corona. Ada empat jenisnya, ada Alfa, Beta, Delta, dan Gama,” ujar Analis Pertahanan dan Keamanan ini.
Lebih jauh, Connie menyebut hal yang lebih urgen dibutuhkan Indonesia saat ini ialah langkah antisipatif penyebaran virus corona. Belajar dari Tiongkok yang langsung menggelontorkan anggaran sebesar dana setara Rp 175,17 triliun dan mampu membangun fasilitas rehabilitasi korban virus corona dalam hitungan hari, Indonesia bisa memulai langkah antisipatif itu dengan menyiapkan anggaran darurat, regulasi, dan skema kerja sama antar kementerian/lembaga Negara.
“Jadi, buat saya itu shocking kalau kita gak punya rencana anggaran yang bisa digunakan saat emergency,” sesalnya.
Pada kesempatan yang sama, dr Dirga Sakti Rambe, menegaskan karakteristik Indonesia menguntungkan secara iklim yaitu sinar matahari berlimpah, suhu kelembaban yang tinggi. Kondisi-kondisit tersebut kurang disukai virus. Namun bukan berarti Indonesia tidak bisa ditembus oleh virus.
“Catatan penting lain, tidak semua pasien yang sudah terjangkit coronavirus itu memiliki gejala. Hal ini terjadi di Singapura salah seorang pasien tidak memiliki gejala namun dilakukan pemeriksaan karena adanya riwayat kontak dengan pasien positif coronavirus lain,” kata dokter spesialis penyakit dalam yang juga vaksinolog ini.
Belajar dari pengalaman Singapura, sosiolog dan staf pengajar Nanyang Technological University, Sulfikar Amir, menyatakan, aspek kelembagaan sangat penting untuk menghadapi situasi krisis semacam wabah Corona.
“Singapura sudah memiliki berbagai lembaga untuk menghadapi krisis. Salah satunya adalah National Centre for Infectious Diseases (NCID) sebuah lembaga nasional khusus menghadapai wabah penyakit. Institusi ini yang akan langsung turun tangan untuk mempelajari apa yang terjadi di masyarakat dan mengambil tindakan,” kata Sufikar.
Jadi, lanjut Sulfikar, lembaga tersebut tidak hanya melakukan penelitian tetapi juga mengaplikasikan langsung untuk mitigasi. Juga terbantu dengan teknologi seperti kamera. Sehingga yang dilakukan saat ini adalah dengan memetakan perilaku pasien yang terjangkit coronavirus, kemudian bisa terdeteksi daerah-daerah yang rawan dengan penyebaran virus berdasarkan lokasi yang dikunjungi pasien.