Anak Bau Kencur, Fahri Hamzah, dan KPK

Mengenai kultwit saya tentang KPK dan Fahri Hamzah, saya sudah jelaskan berulang kali. Pandangan saya tentang KPK jelas bahwa lembaga ini harus terus didukung karena kinerjanya yang luar biasa selama ini dalam menangkapi para koruptor. Pandangan saya tentang Fahri Hamzah pun jelas bahwa ia mengalami sesat pikir dalam memahami KPK sehingga ia bisa mengeluarkan statement seperti ‘E-KTP khayalan’, ‘KPK melakukan bisnis penangkapan’, dan seterusnya.
Tapi kali ini saya tak akan menjelaskan soal itu lagi. Sesat pikir Fahri Hamzah sudah saya bantah lewat kultwit, artikel, bahkan beberapa video yang diupload oleh PSI di akun media sosialnya. Saya tak peduli dengan kata-kata yang menyebut saya sekadar ingin cari panggung atau popularitas, yang saya pedulikan adalah sesat pikir Fahri Hamzah ini harus dibantah agar tak dianggap menjadi sesuatu yang wajar. Tak pantas pimpinan DPR berucap jika tak punya bukti konkret.
Namun, dalam tulisan ini saya ingin membahas sisi lain yang menurut saya menarik dalam dinamika twitwar ini. Ada serangan mengenai kebaruan saya dan partai politik tempat saya bernaung. Semua berawal dari twit Fahri Hamzah sendiri.
“Maklum partai baru, kita didik aja. Tapi semua ini pendukung agar korupsi di DKI ditutup KPK,” katanya menanggapi twit Guntur Romli tentang twitwar ini.
Tentu saja tuduhan yang terakhir merupakan tuduhan serius. Sudah banyak deretan tuduhan serius Fahri Hamzah. Anehnya, hingga saat ini, ia tak mampu memberi penjelasan apalagi bukti terkait itu. Lagipula, Fahri Hamzah dan juga para pendukungnya harus sadar bahwa Pilkada telah selesai. Kalian menyuruh orang untuk move on, kenyataannya kalian yang belum move on.
Mendukung KPK adalah mendukung agenda pemberantasan korupsi, tak ada kaitannya dengan mendukung salah satu paslon dalam Pilkada 2017. Pemberantasan korupsi merupakan agenda kita bersama sebagai bangsa. Ini amanat reformasi.
Namun poin menarik yang akan saya bahas dari twit Fahri Hamzah itu adalah mengenai partai baru tersebut. Twitnya yang lain menyebut kami hanya pencitraan. Ini lucu sekali sebenarnya, kebaruan partai politik jadi alasan bagi Fahri Hamzah untuk mendelegitimasi argumen soal KPK?
Mungkin Fahri Hamzah kurang gaul alias kurang baca berita. Coba Fahri Hamzah tengok Perancis yang kemarin Presidennya duduk sebelah Presiden Jokowi ketika KTT G-20 di Jerman. Seorang pemuda bernama Emmanuel Macron (39) terpilih menjadi Presiden termuda di Prancis. Partai politik Macron baru berdiri selama 14 bulan, tapi kini berhasil meraih suara mayoritas parlemen Prancis. En Marche, partai politik baru itu menang hingga 43% atau 301 kursi dari 577 kursi yang tersedia di parlemen.
Jangan meremehkan kebaruan, Pak Fahri. Dulu, En Marche pun ditertawakan oleh partai-partai mapan lainnya di Perancis. 14 bulan kemudian, anggotanya mencapai 200.000, pendirinya menjadi presiden, dan kursi parlemen dipenuhi oleh mereka.
Tak lama setelah twit Fahri Hamzah itu, pendukungnya menyerang saya, bukan dengan argumen yang disertai fakta dan data, tapi dengan alasan bahwa saya anak bau kencur dan tak pantas diladeni oleh Fahri Hamzah.
Sejak kapan ada alasan seorang pimpinan DPR tak perlu meladeni perdebatan mengenai isu pemberantasan korupsi karena argumen tersebut keluar dari seorang anak bau kencur?
Ternyata sesat pikir Fahri Hamzah memang menular ke para pendukungnya. Logika ini sangat kacau. Karena, jika ini alasan yang kalian pakai, apakah kalian juga akan menyatakan bahwa Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan pendiri bangsa lainnya merupakan anak bau kencur yang tak pantas diladeni oleh Belanda pada masa itu?
Pendiri bangsa kita berjuang sejak usia yang sangat muda. Sukarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) ketika usianya 26 tahun. Ya, seperti kalian suka menyebutnya, Sukarno berjuang sejak “bau kencur” dan mendirikan partai politik baru yang mampu mengorganisir kekuatan massa melawan penjajahan Belanda.
Dan jelas saja, Belanda tak menganggap enteng kekuatan “anak bau kencur” Indonesia. Pendiri bangsa pernah dipenjara oleh Belanda karena mereka khawatir kekuatan anak muda yang kalian sebut bau kencur itu bisa menumbangkan rezim kolonial mereka. Apalagi kekuatan ini mewaklili suara publik ketika itu.
Saya penasaran, apa yang akan kalian nyatakan jika hidup di zaman itu? “Sudahlah, Belanda! Jangan ladeni mereka. Masih bau kencur kok,” begitukah?
Ketika Fahri Hamzah turun ke jalan agar Soeharto lengser, bukankah dirinya juga masih bau kencur? Fahri Hamzah dengan lantang bersuara ketika itu. Hingga detik ini pun, Fahri masih lantang. Sayang kelantangannya hari ini dipakai untuk mencerca KPK tanpa bukti yang jelas.
Lagipula, begini lho, kalau memang saya ini anak bau kencur yang menurut kalian akan kalah telak kalau berdebat dengan Fahri Hamzah, ya sudah, hadapi saja. Toh kalau memang betul Fahri Hamzah bisa skak mat argumen saya secara terbuka, kalian juga kan sebagai pendukungnya yang senang.
Saya siap mempertahankan argumen saya soal KPK dengan fakta dan data. Fahri Hamzah menyatakan dalam twitnya di atas bahwa ia ingin mendidik saya. Kalau begitu, mari jalankan fungsi pendidikan tersebut, bukan dengan menghindar dengan alasan tidak selevel, tapi hadapi dengan argumen yang berdasarkan fakta dan data pula.
Setiap anak muda punya tanggung jawab untuk berkontribusi bagi Indonesia. Jadi, jangan salahkan saya sebagai anak bau kencur yang ingin mempertahankan idealisme untuk memerangi korupsi dan mendukung KPK sebagai garda terdepan yang melawan para koruptor.
Saya juga tak mau tuduhan-tuduhan Fahri Hamzah dinilai wajar oleh orang-orang. Seorang pimpinan DPR harus bisa mempertanggungjawabkan argumen dan tuduhannya. Ini penting untuk menjaga martabat DPR. Sekali lagi, hadapi saja saya dan argumen saya, tak perlu takut, toh saya hanya anak bau kencur, kan?

Recommended Posts