Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai rencana Kementerian Kominfo RI untuk membatasi usia pengguna media sosial (medsos) menjadi minimal 17 tahun sebagai tindakan yang berlebihan. “Kominfo jangan lebay,” ujar juru bicara PSI, Sigit Widodo, di Jakarta, Senin (30/11/2020).
Sigit menyampaikan perihal ini menanggapi rencana Kominfo untuk memasukkan batasan usia pengguna medsos di dalam RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang saat ini sedang dalam pembahasan antara pemerintah dan Komisi I DPR RI. Rencana ini diungkapkan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, dalam sebuah diskusi virtual, Sabtu (28/11/2020).
Sigit juga mempertanyakan, mengapa Kominfo tiba-tiba ingin memasukkan batasan usia ini ke dalam RUU PDP. “RUU PDP ini merupakan inisiatif pemerintah yang sudah dipersiapkan bertahun-tahun sejak era Menteri Tifatul Sembiring hingga Menteri Rudiantara. Semangat dan isinya sudah sangat baik dan tidak ada pasal pembatasan usia pengguna medsos di dalamnya. Mengapa tiba-tiba Kominfo ingin merevisi draf buatannya sendiri?” ujar Sigit heran.
PSI menganggap dimasukkannya pasal kotroversial ini justru akan menghambat pengesahan RUU PDP. “Saat ini masyarakat sangat membutuhkan perlindungan data pribadi, karena semakin banyak kasus yang tidak bisa ditangani karena tidak ada dasar hukumnya. Usulan Kominfo ini justru akan menimbulkan kontroversi yang tidak perlu dan bisa menjadi alasan untuk tidak segera mengesahkan RUU PDP yang sangat kita butuhkan,” sesal Sigit.
Masih menurut Sigit, usulan Kominfo ini juga menunjukkan para pembuat kebijakan tidak memahami dengan baik generasi asli digital yang saat ini mendominasi penggunaan internet di Indonesia. “Pembuat kebijakan kita kebanyakan masih didominasi generasi imigran digital. Banyak dari mereka tidak memahami pemikiran anak-anak muda yang sudah hidup di dunia digital sejak lahir,” ungkapnya.
Sigit yang pernah menjabat sebagai direktur operasional Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) ini mengingatkan, di Indonesia ada kesenjangan digital yang sangat besar antara generasi muda dan generasi di atasnya. “Kalau bicara digital, anak-anak sekarang jauh lebih pintar dari orangtuanya. Pembatasan usia yang terlalu dipaksakan justru akan menimbulkan dampak negatif karena anak-anak akan diam-diam memalsukan usianya menjadi 17 tahun. Ini bahaya sekali,” katanya.
Sigit mengatakan, saat ini kebanyakan media sosial sebenarnya sudah membatasi usia pengguna minimal 13 tahun. Namun faktanya, anak-anak usia 8 hingga 10 tahun hampir semuanya memiliki akun media sosial. “Kalau mereka memalsukan umur menjadi 13 tahun, bahayanya tidak sebesar memalsukan usia menjadi 17 tahun karena media sosial biasanya memiliki pengaturan dan algoritma yang lebih ketat untuk anak-anak di bawah umur ” ujar Sigit.
Sigit menilai, penggunaan medsos oleh anak-anak juga memiliki dampak positif. “Yang pasti anak-anak sekarang belajar berkomunikasi dan berbahasa salah satunya melalui media sosial. Kami juga menemukan anak-anak yang pintar mengedit video karena sering bermain Tiktok. Bersosialisasi di media sosial juga dapat membuat anak-anak lebih berpikiran terbuka dan kreatif. Jadi tidak selalu berdampak negatif,” katanya.
Karena itu, PSI menyarankan pemerintah untuk lebih meningkatkan literasi digital ketimbang membuat pembatasan-pembatasan dan larangan baru. “Pemerintah perlu memperbanyak sosialisasi tentang berinternet yang baik dan produktif kepada masyarakat. Yang paling penting adalah mengajari orangtua-orangtua agar mampu mengikuti perkembangan teknologi digital sehingga mereka mampu mendampingi anak-anaknya saat berinternet, bukan membatasi anak-anak yang sudah tinggal di dunia digital sejak lahir,” pungkas Sigit.