Mohamad Guntur Romli selama ini dikenal sebagai pejuang toleransi dan kebhinnekaan. Dia dikenal dekat dengan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, bahkan dianggap sebagai “anak ideologis”. Sejak akhir 2017, ia memutuskan masuk politik melalui PSI.
Mengapa Guntur masuk politik? “Saya masuk politik karena ingin lebih bermanfaat lebih banyak lagi bagi orang banyak. Politik adalah perjuangan untuk menegakkan kepentingan orang banyak, kata ayah dua anak ini.
Ia mengaku teringat ucapan Gus Dur, “Politik merupakan pekerjaan yang sangat mulia, karena memperjuangkan nasib orang banyak.”
Guntur lahir di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur 17 Maret 1978. Ayahnya KH Achmad Zaini Romli adalah Pengasuh Pondok Pesantren Darul Aitam Arromli, Jangkar, Situbondo dan ibunya, Hj Sri Sungkawa Ningsih, seorang guru.
Guntur menyelesaikan pendidikan tingkat dasar dan menengah umum serta pendidikan keislaman di pesantren ayahnya ejak usia dini hingga 1992. Selanjutnya dari 1992 sampai 1997 melanjutkan pendidikan di Tarbiyatul Muallimin al-Islamiyah Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura. Pada 1997 hingga 1998 menjadi guru bantu (ustadz) di almamaternya sekaligus kuliah di Pesantren Tinggi Al-Amien (PTA) dan Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STIDA) Al-Amien Fakultas Tarbiyah. Dia juga menjadi Penanggung Jawab untuk Majalah Bahasa Arab “Al-Wafa”.
Pada 1998, memperoleh beasiswa dari Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir untuk melajutkan studi-studi keislaman, dan ia masuk Fakultas Ushuluddin, Jurusan Aqidah Falsafah Universitas Al-Azhar, Cairo Mesir.
Di Mesir, dia aktif di Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Mesir hingga menjadi Pengurus Cabang Istimewa NU Mesir, dari 1999 sampai 2004. Pada 2002-2004 ia menjabat sebagai Wakil Ketua Tanfidziyah PCI NU Mesir.
Selama di Mesir pula Guntur menjadi koresponden Majalah Panji Masyarakat Wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara (2002-2002) dan wartawan Majalah Mingguan GATRA Wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara (2002-2004).
Guntur juga aktif menulis isu-isu politik Timur Tengah, keislaman, dan kebudayaan di surat-surat kabar di Tanah Air seperti Kompas, Jawa Pos, Republika, Suara Pembaruan, Koran Tempo, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, dan lain-lain.
Pada akhir 2004 ia kembali ke Indonesia dan sempat bergabung di Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Jakarta.
Guntur kemudian didapuk menjadi Pemandu acara “Kongkow Bareng Gus Dur” — talkshow rutin tiap hari Sabtu pukul 10.00-11.00 WIB bersama mantan Presiden RI itu di KBR68H, Jakarta dan disiarkan lebih dari 70 radio jaringan di Indonesia. Acara ini berlangsung dari November 2005 sampai menjelang Gus Dur wafat pada akhir 2009.
Aktivitas lain Guntur adalah bergabung dengan Komunitas Utan Kayu (2005-2008) dan Komunitas Salihara (2008-2017) sebagai kurator. Selain itu ia juga aktif dalam organisasi lintas agama, advokasi hak-hak sipil, toleransi dan hak-hak asasi manusia. Ia juga salah satu pendiri organisasi Garda Satwa Indonesia (GSI) sejak 2012 yang peduli terhadap hak-hak dan kesejahteraan satwa.
Kini, Guntur telah bergabung dengan PSI. Ia juga akan menjadi salah seorang juru bicara PSI, terutama dalam urusan keagamaan dan pluralisme.