Kisah Grace Natalie Tentang PSI dan Politik Tanah Air di KBFP 7

Sharing ilmu dan pengalaman politik bersama Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie, anggota DPR RI Prananda Paloh; dan anggota DPR RI Hanafi Haris dengan topik pembahasan ‘Strategi Membangun Partai Politik yang Sehat dan Demokratis’, pada Jumat (09/02/2018) malam, mampu membuat peserta Sekolah Pemimpin Muda Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) angkatan 7 lebih memahami sisi lain dari makna politik atau sebuah partai politik (parpol).

Misalnya, Dito Ariotedjo (28), Ketua HIPMI Jaya; Heppy New Year Heloho (28), staf pengajar (dosen) di program studi komunikasi kampus Kalbis Institute Jakarta; Eka Ardhinie (35), aktivis media sosial asal Bogor, Lidya Pawestri Ayuningtyas (28), dosen Politeknik Negeri Jakarta, dan lain-lain, mengaku sangat beruntung mengikuti KBFP angkatan 7 ini. Karena ilmu atau berdiskusi pengalaman ini tidak pernah bisa ditemukan di sekolah formal.

Terkait dengan materi KBFP 2018, Grace pun menjelaskan secara detail tentang PSI itu sendiri. Menurutnya, PSI merupakan partai yang membawa identitas DNA kebajikan dan keragaman. PSI berpijak terhadap kesadaran, bahwa politik sejatinya yaitu hal yang baik. Meski kini, kata ‘baik’ dan ‘politik’ lebih sering bersimpang jalan. PSI hadir untuk mendekatkan kembali politik kepada kebajikan.

PSI sendiri, kata Grace, lahir untuk merespon kecenderungan perubahan sosial-politik generasi baru tersebut. Generasi baru umumnya berharap lahirnya pemimpin-pemimpin yang bisa dipercaya, berintegritas, peduli pada rakyat, dan kompeten.

Berikutnya, sesuai dengan perubahan sosial itu, generasi politik baru cenderung menuntut kesetaraan dan inklusivitas politik yang lebih besar. Karenanya, generasi baru cenderung menentang berbagai bentuk sentralisme dan hirarki politik yang panjang

Kepemimpinan PSI bertumpu pada prinsip kepemimpinan demokratis yang realistis, yakni poliarki atau kepemimpinan oleh banyak orang. Ketua partai tidak diberi insentif untuk menjadi pemimpin nasional demi menghindari politisasi partai untuk kepentingan sang pemimpin sendiri.

Fenomena Go-jek

Lalu, Grace memberikan contoh bahwa PSI itu ibarat Go-Jek yang mampu mengalahkan Blue Bird dalam dunia bisnis transportasi. Ia yakin, PSI menjadi partai besar dan didukung oleh generasi muda Indonesia. Selain itu, tambahnya, PSI juga dapat memberikan banyak manfaat untuk masyarakat sekitar.

“Kami merasa beruntung PSI ini lahir di dunia revolusi teknologi. Misalnya, di zaman saya kuliah itu ada Blue Bird. Belum terbayang ada perusahaan transportasi lain yang mampu mengalahkan Blue Bird. Kemudian Gojek nongol. Kita berpikir mana mungkin Go-Jek bisa mengalahkan Blue Bird. Sekarang, Blue Bird harus bergabung dengan Go-Jek kalau nggak dia kalah.

Kalau dulu orang harus punya mobil-mobil taksi barulah dia bisa menjadi transportasi besar. Tapi Go-Jek justru menguntungkan banyak orang di mana hanya punya motor untuk antar orang atau barang,” jelasnya menambahkan.

Masih dari penuturan Grace, PSI menerapkan partisipasi aktif bagi pengurusnya yaitu menyumbangkan atau menjadikan rumahnya sebagai kantor partai PSI. Ia pun sungguh terkejut karena anggota atau relawan PSI yang saat ini berjumlah 25 ribu orang yang mayoritas generasi muda di bawah 33 tahun yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, mau memberikan segalanya bagi partai baru PSI.

Selain itu, kata Grace, di PSI juga tidak ada uang mahar bagi anggota atau pengurus yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

“Kalau di kita itu ada yang namanya partisipasi aktif di mana teman-teman itu kita ajak untuk menyumbangkan atau menjadikan rumahnya untuk kantor partai. Surat rumah tetap dipegang oleh teman-teman. Tetapi kita minta izin ini harus diakui oleh Kemenkumham atau KPU ini sebagai kantor partai. “saat ini kami punya 25 ribu pengurus yang di bawah 33 tahun. Jadi banyak yang lulus SMA atau belum lulus kuliah atau sudah lulus kuliah. Tapi, mereka mengizinkan rumahnya dipakai,” beber Grace dengan nada bangga.

“Zaman dulu kalau kita bikin partai itu harus ada cukongnya lah. Ada yang bagi duit persis kayak karyawan lah. Kalau sudah ngeluarin duit pasti ingin duitnya balik. Masuk akal lah orang yang sudah keluar duit tapi nggak dapat apa-apa. Makanya kita kenal ada uang mahar, tapi di kita itu tidak ada,” tegas Grace.

Walaupun sungguh melelahkan mengikuti rangkaian kegiatan KBFP 2018 yang seru di hari ketiga, nampaknya para peserta lebih tercerahkan soal problematika politik di Indonesia. Para peserta yang terdiri dari 50 pemuda yang tersebar dari berbagai daerah di Tanah Air dapat mengambil ilmu positif.

Untuk diketahui, Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) sendiri merupakan Sekolah Pemimpin Muda yang diikuti oleh 50 pemuda pilihan dari berbagai penjuru kota di Tanah Air.

Pendiri KBFP Dimas Oky Nugroho menerangkan, kegiatan ini digelar untuk mempersiapkan generasi muda menjadi calon pemimpin yang memegang teguh nilai-nilai kebangsaan dan antikorupsi. Bahkan, bervisi Indonesia bersatu, maju, dan sejahtera.

Sumber

Recommended Posts