Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menegaskan bahwa perempuan bukan beban bagi parpol, tetapi mereka adalah aset. Menurut Titi, perempuan parpol adalah investasi yang sangat berharga bagi partai dalam membangun modalitas untuk penguatan struktur parpol dan penjangkauan suara pemilih.
“Dengan pemilih yang sebagian besarnya adalah perempuan, sudah sewajarnya pengurus perempuan bukan dianggap sebagai beban, melainkan sebagai modalitas, aset, dan keunggulan yang memberi manfaat dan nilai lebih bagi parpol,” ujar Titi di Jakarta, Rabu (31/1).
Apalagi, perempuan parpol, kata Titi adalah kata Titi adalah kader yang sangat loyalis dan ideologinya lebih bisa dijamin konsistensinya. Masyarakat, kata dia jarang mendengar perempuan parpol menjadi politisi kutu loncat.
“Selain itu, sudah banyak perempuan yang memiliki peran penting di parpol dan menjadi bagian dari posisi strategis parpol. Dalam hal ini, kapasitas dan kompetensi perempuan tidak perlu diragukan lagi,” ujar dia.
Dia menyebutkan beberapa contoh perempuan yang menjabat posisi yang strategis di parpol, bahkan menjadi ketua parpol, seperti Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie dan Partai Berkarya Neneng A Tutti. Termasuk juga, kata dia, sudah ada beberapa perempuan parpol yang menduduki jabatan strategis di DPR, baik sebagai Wakil Ketua MPR, Ketua Fraksi, Ketua Badan, sampai Ketua Pansus atau Panja DPR.
“Hal ini menunjukkan bahwa perempuan tidak kalah kemampuan dan kompetensinya dibanding politisi laki-laki. Beberapa parpol pun mencatat bahwa ketua badan pemenangan pemilunya pernah dijabat oleh kader perempuan parpol,” ungkap dia.
Belum Diberi Posisi Strategis
Lebih lanjut, Titi mengatakan, meskipun ada beberapa parpol sudah memberikan posisi yang strategis kepada perempuan, namun umumnya parpol belum mengoptimalkan peran perempuan untuk menduduki jabatan-jabatan yang strategis dan diberdayakan untuk pengembangan dan penguatan parpol. Perempuan pengurus parpol, kata dia belum memiliki posisi tawar yang kuat dan tidak banyak dilibatkan dalam forum pengambilan keputusan parpol.
“Mereka pun selama ini, kalau pun sebagai pengurus parpol, namun belum berada pasa posisi-posisi kunci, atau posisi penentu yang bisa mengakses pengambilan keputusan atau pun pembuatan kebijakan di parpol. Jadi belum sepenuhnya atau belum banyak yang berhasil mengakses posisi elite partai,” terang dia.
Salah satu persoalan, menurut Titi adalah rekrutmen dan kaderisasi perempuan di dalam parpol masih lemah dan belum berjalan optimal. Perempuan, kata dia bahkan lebih-lebih tertinggal soal kaderisasi dan akses pada pendidikan politik.
“Kaderisasi kita cenderung instan dan belum berorientasi jangka panjang. Parpol biasanya akan sibuk dengan kaderisasi saat-saat menjelang rekrutmen pemilu karena ingin memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya 30 persen perempuan dalam daftar calon di setiap Dapil atau 30 persen keterwakilan perempuan dalam kepengurusan. Karena serba tergesa-gesa dan mepet akhirnya yang terjadi banyak asal comot dan rekrut calon saja,” tutur dia.