Oleh: Fachry Hasani Habib
Tahun 2017 telah usai, tak terasa sudah 3 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo mengatur Indonesia. Seperti yang kita pahami, pemerintahan periode ini akan berakhir pada tahun 2019. Tahun 2019 memang masih setahun lagi, tapi mungkin jalannya waktu tidak akan terasa. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya yang terasa berjalan sangat cepat.
Pertarungan politik tahun 2019 akan mulai terasa sejak tahun 2018. Peta calon Presiden dan Wakil Presiden mulai dikumandangkan, perwakilan tiap-tiap partai untuk calon legislatif mulai bergerilya dan poster-poster calon secara diam-diam mungkin sudah disebar. Bagi saya, masa pemilihan umum selalu menarik. Melihat perjuangan para pihak yang ingin menjadi wakil rakyat dan di sisi lain melihat respon masyarakat atas perjuangan yang dilakukan para calon wakil rakyat tersebut.
Namun, ada yang spesial pada tahun 2019. Hal ini karena secara umum, generasi milenial akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi Indonesia. Memang ada beberapa generasi milenial yang sudah berpartisipasi pada pemilu tahun 2014 (termasuk saya). Tapi ada hal-hal menarik yang saya tangkap beberapa waktu terakhir di tahun 2017.
Tulisan ini pada intinya akan membahas mengenai generasi milenial dan politik dalam konteks Indonesia. Pada beberapa sumber yang saya baca, generasi milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y) adalah kelompok demografi yang melanjutkan Generasi X. Dari berbagai sumber yang saya dapat, jangka waktu permulaan maupun akhir dari generasi milenial sangat beragam. Tetapi secara umum kebanyakan generasi milenial secara demografis akan menguasai Abad 21. Pada situs Goldman Sachs, dijelaskan bahwa milenial lahir antara tahun 1980 sampai 2000. Mungkin anda salah satunya, termasuk saya.
Berbagai hasil riset menunjukkan bahwa generasi milenial merupakan generasi yang mengalami transisi perkembangan teknologi. Contohnya, saya dulu tidak mengenal internet, tapi saat ini internet adalah salah satu komponen penting dalam keseharian saya. Selain itu, pada saat saya kecil, belum ada teknologi video call, tapi saat ini video call adalah salah satu cara saya berkomunikasi. Generasi milenial paham cara menggunakan dan memanfaatkan teknologi.
Contoh paling umum adalah, penggunaan media sosial. Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya (i.e. Generasi X) yang pada saat berumur dewasa baru mengenal media sosial dan kemajuan teknologi, generasi milenial tidak seperti itu. Kebanyakan generasi milenial, merasakan proses perubahan dan perkembangan dunia yang semakin bergantung pada teknologi. Saya tidak akan membahas lebih jauh mengenai karakteristik generasi milenial, tentu anda dapat menemukannya dari berbagai artikel lain.
Lalu, apa hubungannya dengan politik di Indonesia? Hampir seluruh generasi milenial akan menjadi penentu dan pemimpin Indonesia di tahun yang akan datang. Pemerintah pun sadar akan pentingnya untuk memahami generasi milenial. Contohnya pada saat pegelaran konser We the Fest 2017 (kebetulan saya juga ada di sana), Presiden Joko Widodo mengunjungi acara tersebut, secara spesifik mengatakan “Kita kan harus melihat kelompok-kelompok, kita harus melihat anak-anak muda, generasi milenial, supaya nanti kita bisa mengantisipasi kebijakan kemudian persiapan kebijakan ke depan yang harus kita lakukan. Kalau kita tidak tahu, mana bisa kita menyiapkan dan mengantisipasi sebuah kebijakan,” Hal tersebut menunjukkan pentingnya generasi milenial akan perkembangan bangsa ini.
Seperti yang kita pahami, mau tak mau, untuk menentukan pemimpin di Indonesia harus melewati proses politik yang diadakan setiap 5 tahun sekali yaitu Pemilihan Umum (Pemilu). Sistem itu telah dibuat, tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22E. Seperti yang kita tahu konsep kekuasaan Indonesia tidak terlepas dari teori Trias Politika yaitu Eksekutif, Legislatif dan Judikatif. Dalam pemerintahan, terdapat ketiga fungsi tersebut. Setiap pemilu yang diadakan oleh Indonesia, tentunya akan ada pemilihan bagi Eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) dan Legislatif (Anggota DPR, DPD dan DPRD). Pemilu adalah masa yang sangat penting bagi Indonesia sehubungan dengan kelanjutan perkembangan bangsa dari berbagai aspek.
Selanjutnya, kondisi mulai dominannya generasi milenial juga direspon oleh generasi milenial itu sendiri. Beberapa generasi milenial sudah mulai memahami pentingnya berpolitik. Akhir-akhir ini apabila dilihat juga sudah beberapa anak muda yang semakin tertarik mengambil jalur politik untuk berkontribusi bagi negeri. Seperti yang sudah banyak kita ketahui, salah satu partai baru, yaitu Partai Solidaritas Indonesia membuka kesempatan bagi para generasi muda.
Beberapa hasilnya yang kita ketahui adalah Giring Ganesha (vokalis band Nidji), Rian Ernest (lawyer dan mantan staf hukum Basuki Tjahaja Purnama) dan Tsamara Amany yang notabene masih sangat muda, akan bertarung pada tahun 2019 melalui Partai Solidaritas Indonesia. Figur-figur tersebut tentu memulai kontribusi mereka dengan masuk ke dalam kolam perpolitikan Indonesia. Namun demikian, tentunya tidak semua generasi milenial akan berkontribusi secara langsung dengan masuk ke dalam kolam perpolitikan tersebut. Walaupun begitu, apakah generasi milenial lainnya tetap harus terdiam dan apatis saja terhadap politik? Menurut saya, tidak. Saat ini sudah bukan waktunya untuk apatis terhadap politik.
Jika saya mengingat kembali pada tahun 2014, susasana saat itu sudah sangat menarik dan seru untuk diikuti. Teman-teman sekampus berani membahas calon presiden dan wakil persiden (saat itu Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta). Terlebih, acara debat calon yang sangat menyita perhatian masyarakat. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa anak muda terutama generasi milenial sudah mulai memperhatikan politik.
Bahkan beberapa teman saya berani menyatakan dukungannya pada salah satu calon, lalu ada juga yang berani berdebat satu sama lain karena pilihan mereka berbeda. Ini hal yang sangat baik bagi perkembangan bangsa, memicu dialog antar sesama. Pada Pemilu tahun 2014, generasi milenial mencari tahu siapa yang mereka pilih, apa yang akan dilakukan para calon, apa ide mereka untuk Indonesia. Ingatan tersebut masih tergambar jelas dalam ingatan saya, itu salah satu momen paling menarik pada tahun 2014.
Menurut saya, generasi milenial lainnya juga harus terjun ke dalam politik. Tidak perlu menjadi Calon Legislatif (Caleg) atau bergabung dengan partai, tapi cukup untuk mencari tahu dan menentukan pilihan. Memang, seperti yang saya alami, itu sudah dilakukan pada pemilu 2014. Namun demikian, menurut saya, akan lebih baik jika generasi milenial mencari tahu lebih banyak. Mencari tahu lebih banyak yang saya maksud adalah untuk Pemilu Legislatif. Seperti yang kita tahu, sudah bukan rahasia lagi kalau banyak masyarakat yang mempertanyakan kinerja anggota DPR, produktifitasnya, kontribusi yang mereka berikan kepada masyarakat, belum lagi berita-berita miring yang melanda mereka. Sayangnya, terkadang masyarakat juga lupa kalau anggota legislatif juga merupakan hasil dari Pemilu yang masyarakat juga berkontribusi di dalamnya. Penting untuk diingat bahwa tugas legislatif adalah membuat Undang-Undang. Dengan membuat Undang-Undang yang baik, maka akan dapat membawa kebaikan bagi masyarakat.
Kita harus sadar bahwa semua hal yang diatur akan berdampak pada masyarakat. Investasi dari luar negeri, perdagangan, rumah murah, perburuhan, perlindungan hak asasi manusia dan lainnya akan bersumber dari aturan yang dibuat oleh legislatif. Sayangnya, beberapa orang masih merasa apatis dan mempertanyakan untuk apa berpolitik, untuk apa mendukung anggota DPR atau legislatif lainnya. Padahal pekerjaan yang anggota legislatif lakukan sangat substansial bagi perkembangan dan stabilitas Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi kita, terutama generasi milenial untuk memahami lebih jauh tentang Pemilu. Bukan hanya Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (yang pastinya sangat menarik), tetapi juga Pemilu legislatif.
Mungkin akan timbul pertanyaan, apa yang harus dilakukan? Calon legislatif (Caleg) kan sangat banyak. Memang sangat banyak. Menurut saya, kita harus mulai untuk mencari tahu siapa yang akan menjadi Caleg di daerah pemilihan kita sendiri. Paling tidak, lakukan background check dan pahami visi dan misinya. Jika itu terlalu berat, paling tidak, pahami partai pendukungnya, apa sejarah partai, visi dan misi, dan ide-ide yang sudah ataupun akan dilakukan partai tersebut ke depannya. Lalu, mungkin juga ada yang akan bertanya, tapi itu kan banyak sekali yang harus dibaca. Ya, memang banyak sekali yang harus dibaca dan dicari tahu.
Tetapi menurut saya, itu adalah tugas kita sebagai warga negara. Kalau mengingat waktu SD, Indonesia ini adalah Ibu Pertiwi, sudah menyediakan segalanya bagi kita untuk dapat tinggal di Indonesia, Ibu Pertiwi memberikan kehidupan. Ini adalah tugas kita untuk menjaga dan berterima kasih kepada Ibu Pertiwi. Hanya mencari tahu dan membaca untuk event yang terjadi setiap 5 tahun sekali tentunya tidak berat. Kontribusi kita sangat penting untuk perkembangan Indonesia.
Tak hanya itu, sebagaimana yang sudah saya jelaskan di atas, generasi milenial adalah generasi yang paham teknologi. Oleh karena itu, tentunya sangat mudah sekali untuk mencari informasi apapun. Termasuk informasi mengenai pemilu dan hal yang berkaitan dengan itu. Ada kutipan yang menyatakan kalau di jaman ini, tidak ada seseorang yang mengetahui akan semua hal (Nobody Knows Everything). Semua orang dapat mengetahui semua hal. Generasi milenial harus sadar akan hal itu. Sadar bahwa teknologi yang dimiliki saat ini merupakan alat yang sangat powerful apabila dimanfaatkan dengan baik.
Intinya, generasi milienal harus dapat memanfaatkan teknologi dengan baik, mencari tahu lebih untuk pemilu 2019, berkontribusi lebih baik, bersinergi bagi bangsa. Selain itu, tidak mungkin sekumpulan singa dipimpin oleh kambing, dan tidak mungkin sekumpulan kambing dipimpin oleh singa. Pemimpin yang dipilih adalah cerminan pemilihnya. Saya berharap, kontribusi generasi milenial untuk pemilu 2019 (termasuk saya) semakin substansial dengan berbagai kelebihan yang dimiliki generasi ini.
Sumber:
goldmansachs.com, diakses pada 31 Desember 2017
whatis.techtarget.com, diakses pada 31 Desember 2017
rumahmillennials.com, diakses pada 31 Desember 2017
merdeka.com, diakses pada 31 Desember 2017
tribunnews.com, diakses pada 1 Januari 2017
detik.com, diakses pada 1 Januari 2017
tempo.co, diakses pada 1 Januari 2017
Fachry Hasani Habib
Pencari Momen, Penulis Cerita, Pengejar Khayalan