Diskriminasi Ancam Peradaban

Dinamika politik dalam suatu negara harus mengutamakan nilai-nilai yang nondiskriminatif. Oleh karena itu, berbagai konflik yang terjadi akibat diskriminasi dikhawatirkan dapat mengancam hak asasi manusia dalam pembangunan sebuah peradaban.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Amiruddin Al Rahab, di Jakarta, Rabu (13/12). Amiruddin menambahkan, semua pihak yang menjadi bagian dari sebuah bangsa harus menerapkan prinsip nondiskriminasi. Penerapan prinsip itu harus dimulai dari sikap dan kebijakan politik yang tak hanya menguntungkan satu kelompok tertentu.
Amiruddin menambahkan, UUD 1945 mengisyaratkan prinsip-prinsip kesetaraan yang menjunjung tinggi pengakuan HAM dalam sendi-sendi konstitusi Indonesia. Bahkan, dalam Pancasila terdapat nilai keadilan sosial yang sesuai dengan esensi HAM. Untuk itu, diskriminasi yang saat ini terjadi merupakan bentuk ketidakpatuhan sebagian masyarakat terhadap konstitusi.
”HAM adalah norma yang harus diterapkan dalam setiap kehidupan bernegara. Perbaikannya tentu harus terus-menerus dilakukan karena masih banyak keluhan di masyarakat,” kata Amiruddin. Sebelumnya, dalam Sarasehan HAM di Jakarta, Selasa (12/12), Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan, bagi bangsa yang ingin membangun sebuah peradaban, HAM adalah sesuatu yang menjadi syarat mutlak.
Bentuk ketidakpatuhan
Menurut Taufan, prinsip nondiskriminasi perlu diangkat di tengah-tengah dinamika politik menjelang tahun politik 2018 dan 2019. Ia khawatir adanya gesekan yang dipicu sikap diskriminatif yang akan berujung pada kekerasan fisik dan jauh dari kata beradab. Diskriminasi, tambah Taufan, adalah bentuk ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum di Indonesia. Ia menyatakan, UUD 1945 telah menjamin setiap warga negara untuk berserikat, mengeluarkan pendapat, bahkan beraktivitas sesuai kepercayaan masing-masing.
”Jika ada yang merasa terganggu, silakan tempuh jalur hukum. Jangan melalui diskriminasi, bahkan main hakim seperti persekusi,” ujarnya.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia Bidang Eksternal Tsamara Amany mengatakan, politik identitas yang cenderung memecah belah bangsa harus diantisipasi dengan keaktifan para pemuda memilih dan memilah informasi dalam media sosial dengan tidak cepat terpengaruh terhadap isu dari sumber-sumber yang tidak tepercaya.
Sumber Harian Kompas, 14 Desember 2017

Recommended Posts