Rizal Rinaldi, Hidup dalam Kebhinekaan dan Toleransi

Perjalanan hidup Rizal Rinaldi mencerminkan kebhinekaan Indonesia. Almarhum ayahnya berasal dari Bugis dan beragama Kristen. Sementara, ibunya datang dari Jawa dan menganut Islam.

“Saya dan kakak-kakak saya terbiasa mengikuti dan merayakan dua hari besar agama, yaitu Idul Fitri dan Natal, Idul Adha dan Paskah di keluarga besar masing-masing,” tulis Rizal dalam esai yang mengiringi pendaftarannya sebagai bakal calon legislatif (bacaleg) Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Kelak, Rizal menikah dengan istri yang memeluk agama berbeda. Tiga anak mereka memeluk dua agama yang berbeda pula. “Dua anak saya mengikuti agama istri, yaitu Islam, dan anak kedua saya mengikuti keyakinan saya sebagai seorang Nasrani,” lanjut Rizal.

Ada tiga hal yang, menurut Rizal, menentukan lahirnya sikap toleran atau intoleran. Pertama, cara didik orang tua kepada anak.  Orang tua memegang peranan penting bagaimana anak tumbuh dan berkembang dengan pola pikir bisa menerima perbedaan.

Jika semasa diasuh dan bertumbuh, anak hanya diajarkan secara eksklusif tentang agama, budaya, bahasa, dan lingkungan, kebiasaan ini akan terbawa dan besar kemungkinan bisa menjadi pola pikir dan kelakuan pada saat dewasa.

Kedua, kata Rizal, cara pandang dan pola pikir yang berwawasan luas dan berkemauan.  “Menurut saya, intoleransi bisa dihilangkan jika kita sebagai individu yang berbeda, memiliki cara pandang dan pola pikir dengan wawasan yang luas dan terutama kita punya kemauan untuk menghilangkan sikap intoleransi antar sesama manusia dari beragam latar belakang serta menerima perbedaan,” kata pria kelahiran 5 Maret 1975 ini

Terakhir, hilangkan eksklusifitas serta belajar mengenal dan menerima keunikan pihak lain. Intoleransi tidak hanya terjadi di Indonesia, terjadi juga di Negara lain; tidak hanya terjadi antar agama tetapi intoleransi juga terjadi antar budaya dan bahasa, golongan, derajat serta status sosial-ekonomi. Manusia adalah mahluk sosial yang mencari kerumunannya sendiri untuk hidup, tumbuh, bersosialisasi, berkembang, dan mencapai kesuksesan.

Peraih  BA dalam International Hospitality Management dari University of Derby, Inggris, ini menegaskan, “Secara alamiah, kita akan mencari orang-orang yang memiliki latar belakang sama, sepaham, satu keyakinan, satu lingkungan sehingga ini menciptakan eksklusifitas yang bisa berujung pada sikap intoleransi.”

Demikian soal intoleransi. Bagaimana dengan korupsi? Menurut Rizal, korupsi ada di sekitar kita dalam banyak bentuk. Korupsi uang, korupsi waktu, korupsi proses, dan dan sebagainya.  Dalam kacamata Rizal, korupsi terjadi karena hadirnya rasa tidak percaya diri dan absennya kemampuan memadai.

Bagi Rizal, hidup tanpa korupsi sudah harus menjadi jalan hidup dan juga ajaran hidup di Indonesia. Bagaimana bisa sukses dan berhasil dengan memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan percaya pada kemampuan sendiri untuk sukses adalah  dasar untuk memerangi korupsi.

“Jika kita lemah dalam hal self-confidence dan self-competencies, pikiran dan kelakuan untuk korupsi akan selalu timbul dan dilakukan secara bersama-sama. Kita harus bisa meninggikan dua hal ini; self-confidence dan self-competencies dalam diri kita, lingkungan terdekat kita, lingkungan kerja kita dan hidup kita sehari-hari. Dengan menjadi “sombong” karena kita mampu, godaan korupsi uang bisa dilawan dengan sendirinya,” kata Head of Business Development di sebuah perusahaan ekspedisi multinasional tersebut.

Recommended Posts