Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggelar uji kelayakan calon legislatif gelombang kedua, Minggu (12/11/2017).
Ada 43 peserta yang hadir. PSI melibatkan juri independen untuk memutuskan para peserta yang lolos atau tidak sebagai bacaleg.
Anggota juri independen meliputi praktisi pendidikan Henny Supolo, aktivis dan mantan komisoner Komnas Perempuan dan Anak Neng Dara Affiah, pengamat politik Djayadi Hanan, mantan hakim dan pakar hukum Asep Iwan Iriawan, advokat senior Tuti Hadiputranto, dan dosen Komunikasi UI Ade Armando.
Dalam konferensi pers, Sekjen PSI Raja Juli Antoni mengatakan ide dasar seleksi ini adalah kepercayaan bahwa partai politik memegang peran sangat penting di Indonesia.
Tapi salah satu kelemahan mendasar yang Indonesia hadapi adalah tak terjadinya reformasi internal di partai politik.
“Maka praktik korupsi, misalnya, masih sangat marak. Salah satu masalah utama di parpol adalah sistem rekrutmen calon anggota legislatif yang tidak transparan,” ujar Raja Juli.
Sebagai partai baru, PSI ingin memperlihatkan sikap baru yakni merekrut caleg dengan cara terbuka. Kemudian diseleksi juri independen.
“Kita ingin membangun tradisi baru. Rekrutmen caleg dilakukan dengan profesional, transparan, dan terbuka. Kalau input-nya baik, sistemnya juga baik, Insya Allah output juga baik. Kalau masuknya sampah, ujungnya juga sampah,” kata Toni.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, mengaku cukup tertarik dalam menyeleksi para caleg PSI ini.
“Tadi juga, dalam dialog-dialog dengan bacaleg, muncul ide kreatif, agar tidak ada korupsi, dan lain-lain. Ini harus diteladankan oleh anggota DPR yang lain,” ujar Seto.
Ia berharap, para caleg PSI nanti bisa membuktikan komitmen mereka ketika terpilih sebagai anggota dewan.
“Mudah-mudahan komitmen ini terbukti kalau terpilih. Karena anak-anak saat ini mengamati para tokoh. Bukan hanya artis tapi juga politisi. Semoga lahir politisi-politisi bersih di Indonesia,” lanjut Seto.
Mantan hakim, Asep Iwan Iriawan, mengatakan para bacaleg punya latar belakang beragam. “Saya kaget ada yang berlatar belakang engineer, lulusan ITB, dan berpengalaman di dunia minyak. Kalau saya jadi mereka, ngapain masuk ke partai?” kata Asep.
Ternyata mereka punya konsep, mereka tahu kelemahan permainan proyek tender-tender di minyak. Mereka mau ke politik untuk memperbaiki itu semua.
Karena itu, Asep memuji upaya PSI ini. “Makanya saya apresiasi. Saya pikir harus dimulai “nyalakan api-api kecil’ ini dan semoga akan terus membara,” kata dia.
Dosen Komunikasi UI, Ade Armando, juga memuji PSI.
“Saya berterima kasih kepada PSI karena diajak menjadi juri, karena saya merasa ini history in the making, sejarah sedang dibuat saat ini. Dan saya sangat percaya, dari apa yang saya lihat dalam beberapa kesempatan, memang kita bisa membayangkan Indonesia yang lebih baik dan saya pikir salah satu pihak yang berperan besar adalah PSI,’ ujarnya.
Aktivis dan mantan Komisioner Komnas Perempuan, Neng Dara Affiah, menggarisbawahi PSI membuka peluang besar bagi para perempuan berkualitas untuk menjadi caleg.
“(Perempuan dipilih) Bukan karena dia istri pemimpin partai, bukan karena anaknya gubernur. PSI membuka kompetisi kualitas antara laki-laki dan perempuan,” kata dia.
Kedua, ini harus dicatat, PSI dengan tegas dan lugas, menempatkan ikon antikorupsi di tengah sebagian besar partai yang koruptif. Kalau di perjalanan partai ini melakukan korupsi, tolong media yang pertama kali membuka.
“Misalnya ada praktik korupsi di PSI, media tolong membuka rekaman kami dan _tagline_ yang diusung partai ini,” ucap Neng Dara Afifah.
Mantan Komisioner KPK, Bibit Samad Rianto, mengapresiasi gerakan melawan korupsi yang dicanangkan oleh PSI.
Namun, Bibit memiliki catatan tersendiri mengenai para bakal calon anggota legislatif yang mendaftarkan diri. Bibit menilai, pemahaman mereka tentang korupsi masih minim.
“Pemahaman mereka tentang korupsi masih minim. Pemahaman mereka tentang korupsi yang riil di negeri ini, harus diperdalam. Itu saja pesan saya,” ujar Bibit.
Sementara itu, praktisi pendidikan, Henny Supolo, mengatakan proses uji kelayakan ini merupakan pembuktian bahwa orang tua bisa belajar dari para anak muda.
“Karena yang dilakukan PSI adalah sebuah terobosan, tidak menyerah pada keadaan, ini sangat penting kita sadari bersama. Ini semua sungguh-sungguh untuk Indonesia yang lebih baik,” ujar Henny.
Pada kesempatan yang sama, pakar politik Djayadi Hanan, pertama, ternyata ada banyak anggota masyarakat yang peduli dengan urusan korupsi. Dan ada kesadaran itu semua tidak bisa dilawan dengan profesi masing-masing. Harus ada gerakan bersama yang konkret melalui berbaga kebijakan negara.
“Mereka tahu, jalannya adalah melalui partai politik. Tapi mereka juga tahu, kalau melalui partai politik yang ada, sulit terwujud. Maka mereka memilih PSI,” kata Djayadi.
Kedua, uji kelayakan bacaleg versi PSI ini ini menjadi jalan baru untuk mereformasi partai. Caranya dengan melibatkan publik. Ketika ada keterlibatan publik, rasa memiliki ke politik juga tinggi.
Terakhir, advokat senior Tuti Hadiputranto juga mengaku terkesan dengan uji caleg yang digelar PSI. Mula-mula dia tidak percaya ada partai seperti ini. Tapi ada dua mantan anak buahnya yang masuk PSI.
“Sebetulnya jika tetap melanjutkan di kantor saya, karir mereka akan sangat baik. Tapi mereka memutuskan untuk ikut serta di partai ini karena ada kepedulian mengenai intoleransi, korupsi, dan pendidikan. Itu semua bisa mereka capai kalau ikut dalam politik praktis,” kata Tuti.
Di dalam PSI ini, kata Tuti, mereka senang tidak ada kasak-kusuk, tidak ada “meeting-meeting di ruang kecil” untuk memutuskan sesuatu.
“Apa yang mereka inginkan bisa tercapai melalui PSI, bahwa pemilihan berdasarkan merit, bukan berdasarkan negosiasi. Dan saya menyaksikan hari ini,” ujar Tuti.