Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (DPP PSI) mendaftarkan permohonan uji materiel terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi, pada Senin (21/8). Gugatan itu diajukan Lembaga Bantuan Hukum PSI bernama Jaringan Advokasi Rakyat Partai Solidaritas Indonesia (Jangkar Solidaritas).
Anggota Jangkar Solidaritas, Komaruddin mengatakan PSI menggugat ketentuan Pasal 173 UU Pemilu yang mengatur verifikasi partai politik. Pasal 173 UU Pemilu memuat ketentuan partai lama tidak wajib diverifikasi ulang untuk dapat menjadi peserta pemilu tahun 2019.
Ketentuan tersebut, lanjutnya, merupakan diskriminasi terhadap partai politik baru. Hal tersebut bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia.
“PSI menganggap verifikasi partai politik harus dilberlakukan ke semua partai politik karena adanya faktor perubahan demografi penduduk, pemekaran daerah, dan perubahan kepengurusan di partai-partai politik dalam kurung lima tahun sejak verifikasi terakhir dilaksanakan,” katanya.
Senada dengannya, Dini Shanti Purwono dari Jangkar Solidaritas menuturkan pihaknya juga menggugat syarat untuk menjadi peserta pemilu, yakni partai politik memiliki keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di kepengurusan tingkat pusat, sedangkan untuk tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan, tidak ada ketentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di kepengurusan.
Hal tersebut menyebabkan hak perempuan pada tingkatan provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan menjadi tidak terlindungi dan terabaikan.
PSI, lanjut Dini, merupakan partai anak muda dan perempuan Indonesia. Selama ini, pihaknya memperjuangkan kesetaraan sosial dan politik bagi perempuan Indonesia agar dapat seluas-luasnya berpartisipasi dalam struktur parpol.
“Kami merasa terzalimi dengan pembatasan hak-hak perempuan dalam UU Pemilu,” tegasnya.
Sumber: Berita Satu