Partai Solidaritas Indonesia menyatakan sikapnya untuk mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi menolak Hak Angket DPR. Sekretaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni mengatakan, pembentukan Pansus Hak Angket bertujuan untuk melindungi kepentingan koruptor besar.
“Kans pansus terbentuk karena memang ada operator politik yang melindungi kepentingan koruptor besar, saya kira Fahri Hamzah memainkan peran yang besar di situ,” ujar Raja di Gedung KPK, Selasa (20/6).
Fahri, kata Raja, seharusnya menggunakan posisinya sebagai Wakil Ketua DPR untuk belajar dalam memimpin sidang. Kritik itu disampaikan Raja, setelah Fahri menandatangani sendiri surat pemanggilan politikus Hanura, Miryam S Haryani untuk hadir dalam rapat dengar pendapat DPR.
“Dia (Fahri) mengetuk palu dengan seenak hatinya, nampaknya dia perlu belajar lagi bagaimana cara memimpin sidang, memberikan kesempatan kepada para anggota sidang untuk menyampaikan pendapatnya. Menurut saya, bisa dibilang dia sebagai operator lapangan kepentingan korupsi kotor di DPR,” kata Raja.
Pembentukan Pansus Hak Angket bergulir saat majelis hakim mengkonfrontir Miryam dengan tiga penyidik KPK, yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan M Irwan Santoso. Saat dikonfrontir, Novel menyebutkan, Miryam telah mendapat tekanan dari sejumlah anggota DPR, untuk mempengaruhinya bersaksi di persidangan. Miryam kini dijebloskan ke penjara atas dugaan pemberian keterangan tidak benar di kasus korupsi e-KTP.
Atas alasan itulah, kubu DPR mengusulkan untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam. Namun saat itu, KPK menolaknya dengan alasan rekaman tersebut adalah bukti yang hanya bisa didengarkan di persidangan.
Ketua Umum PSI Grace Natalie sependapat dengan Raja. Menurutnya, pembentukan Pansus Hak Angket adalah salah satu upaya untuk melemahkan KPK.
“Kita berikan support terkait hak angket, kita konsisten selalu mengawal KPK. Karena pelemahan KPK ini terus berulang. Hak angket menurut saya telah cacat administratif, secara substansi lebih banyak melemahkan KPK,” kata Grace.