Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta DPR tidak lagi menunda pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset. Urgensi pengesahan RUU ini kembali mencuat setelah ramainya pemberitaan kekayaan pejabat publik yang tidak sesuai dengan profil penghasilannya. Fenomena flexing kekayaan, pamer gaya hidup mewah pejabat publik dan keluarganya memicu kebutuhan diterapkannya beban pembuktian terbalik.
“Sudah tidak bisa ditunda lagi. LHKPN dan hasil analisis PPATK menjadi tidak bergigi. Padahal sudah jelas pendekatan yang digunakan sekarang adalah follow the money, ikuti uang hasil tindak pidananya. Terkait fenomena gaya hidup mewah pejabat publik, RUU Perampasan Aset dapat mengisi kekosongan hukum yang mengatur Non-Conviction Based Asset Forfeiture,” demikian pernyataan Juru Bicara PSI, Ariyo Bimmo dalam keterangan tertulis, Senin, 6 Maret 2022.
Presiden Joko Widodo juga sudah berulangkali meminta DPR untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. Desakan ini menjadi relevan saat memasuki tahun politik. PSI percaya bahwa UU Perampasan Aset akan dapat menekan praktik politik uang.
“Sering dikeluhkan, menjelang Pemilu tindak pidana ekonomi meningkat. Aliran uang haram semakin deras. Ditengarai terkait mahar politik dan serangan fajar. Bayangkan bila semua itu dapat termonitor, terlaporkan dan segera ditindak setelah dianalisa. Akan sangat efektif’” ujar Bimmo
PSI menduga ada “corruption fightback” dibalik tersendatnya pengesahan RUU Perampasan Aset. Tanpa itikad baik dari para pembuat undang-undang, dikhawatirkan RUU ini tidak akan selesai sampai akhir masa jabatan DPR periode sekarang.
“Permasalahan korupsi tidak akan selesai selama harta haram masih bebas berkeliaran dan menjadikan pidana kurungan terlihat ringan dijalani. Tidak ada alasan untuk menunda RUU yang naskah akademiknya sudah sangat baik disusun dari tahun 2012. Ini adalah batu uji bagi integritas DPR,” tukas Ketua DPP PSI Bidang Hukum dan HAM ini.
PSI berpendapat bahwa pernyataan Jokowi dan KPK beberapa hari yang lalu harus dilihat sebagai kemauan politik untuk benar-benar mewujudkan suatu instrumen hukum yang mampu merampas seluruh harta kekayaan yang dihasilkan dari suatu tindak pidana serta seluruh sarana yang memungkinkan terlaksananya tindak pidana, terutama tindak pidana bermotif ekonomi.
RUU Perampasan Aset akan memperkuat berbagai Undang-undang yang ada , termasuk UU Kejaksaan yang baru saja ditandatangani, terutama dalam hal aset-aset yang “tidak terkait” tindak pidana yang didakwakan. Terdapat beberapa kriteria aset yang dapat dirampas. Seperti aset yang diperoleh hasil dari tindak pidana; aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau penambahan aset; aset yang merupakan barang temuan; aset sitaan dari tindak pidana; dan aset yang sah untuk mengganti dari tindak pidana.
“Jangan lupa ada ketentuan tentang Pengayaan Secara Tidak Sah (illicit enrichment) dan Beban Pembuktian Terbalik. Ini ada di naskah akademiknya dan inilah yang bikin koruptor takut sebenarnya. Dapat disimpulkan, siapa yang menghambat pengesahan RUU ini, berarti dia pro korupsi” tutup politisi yang sebelumnya adalah seorang pegiat reformasi peradilan.