Juru Bicara Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (DPP PSI) Mary Silvita menyampaikan apresiasi dan rasa terimakasih atas pidato Presiden Joko Widodo yang disampaikan di hadapan para kepala daerah seluruh Indonesia dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sentul, Selasa 17 Januari 2023 lalu. Perhatian khusus terhadap isu ini diharapkan dapat memperbaiki perlakuan diskriminatif terhadap kelompok-kelompok keagamaan yang lebih kecil-untuk tidak mengatakan minoritas.
“Negara sudah seharusnya hadir bagi semua kelompok, terutama kelompok kecil dan lemah. Sebab, jika yang boleh beribadah hanya kelompok yang memenuhi persyaratan administratif, maka artinya negara tidak benar-benar melindungi hak seluruh warga negaranya untuk beragama dan beribadah sesuai agama dan kepercayaannya sebagaimana yang telah diamanatkan oleh konstitusi negara ini,” demikian disampaikan Mary dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis 19 Januari 2023.
Persoalan pendirian rumah ibadah masih menjadi polemik yang acap kali menyulut konflik. Padahal, beribadah adalah kebutuhan paling asasi setiap manusia yang dilindungi oleh undang-undang, terutama Undang-undang nomor 29 tahun 1945. Menurut Mary, jika persyaratan administratif sulit diperoleh kelompok keagamaan yang secara jumlah sangat kecil, mestinya kebutuhan beribadah ini juga tidak diganggu dengan serangan-serangan saat ada umat yang terpaksa beribadah di dalam rumah mereka karena belum memiliki rumah ibadah. Kepala daerah sebagai perpanjangan tangan negara dalam hal ini harus menjalankan tugas dan fungsinya melindungi seluruh warga untuk beribadah tanpa rasa takut dan ancaman.
Indonesia telah meratifikasi sejumlah instrumen HAM internasional, di antaranya ada Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (KIHSP) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-undang nomor 12 tahun 2005. Dengan ini negara telah menjamin hak setiap orang untuk bebas berpikir, berkeyakinan dan beragama, mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau keyakinan atas pilihannya sendiri dan menjalankan agama dan keyakinannya itu, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama orang lain dan kelompok, di tempat umum atau tertutup. Hak mendasar ini bahkan tidak dapat dikurangi sekalipun dalam situasi darurat publik, apalagi dalam kondisi normal.
Persyaratan administratif sering kali menjadi kendala bagi kelompok keagamaan yang memiliki jumlah jemaat lebih sedikit. Bagi Mary, kendala administratif ini mestinya difasilitasi oleh pemerintah daerah sehingga kebutuhan beribadah semua umat beragama tidak terkendala. Sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 14 ayat (3) Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9, 8 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat.
“Tidak ada alasan apapun yang membenarkan persekusi terhadap umat beragama. Termasuk juga tidak boleh menghalangi dan menakut-nakuti siapapun yang ingin beribadah. Kami berharap ke depannya persyaratan administratif jangan lagi dipersulit, karena sebetulnya ini adalah tugas kepala daerah untuk mencarikan jalan keluar jika ada kelompok keagamaan yang mengalami kendala administratif dalam membangun rumah ibadah. Pidato bapak Jokowi di hadapan para kepala daerah di seluruh Indonesia harus kita lihat sebagai peringatan agar kita kembali kepada konstitusi negara kita dalam menjamin hak beragama dan beribadah seluruh warga negara Indonesia. Terimakasih, pak Jokowi,” tutup Mary.