Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengkritik keras pembebasan bersyarat terpidana korupsi Pinangki Sirna Malasari yang baru menjalani pidana penjara selama 2 tahun. Eks Jaksa yang terlibat pengurusan fatwa Mahkamah Agung, TPPU dan permufakatan jahat dalam kasus korupsi Djoko Tjandra ini divonis 4 tahun penjara pada 2021. Putusan ini jauh lebih rendah daripada putusan Pengadilan Tipikor tingkat pertama yang menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara.
“Pembebasan bersyarat ini sangat melukai rasa keadilan masyarakat. Kita belum bicara pemulihan aset, bahkan hukuman badan saja bisa diakali. Ini korupsi sistemik,” demikian pernyataan Juru Bicara DPP PSI Ariyo Bimmo dalam keterangan tertulisnya 7 September 2022. Pinangki dibebaskan bersyarat dari Lapas Tangerang pada Selasa 6 September 2022 karena dinilai berkelakuan baik selama menjalani pidana.
“Ini preseden buruk. Sama juga dengan pengurangan vonis dengan alasan terdakwa berlaku sopan selama persidangan. Kalaupun mengacu pada prinsip keadilan restoratif, ini penerapan yang salah kaprah,” tukas Bimmo.
PSI menilai lemahnya penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi akan semakin menjauhkan efek jera, baik bagi terpidana korupsi maupun orang lain yang potensial melakukan tipikor.
“Kini calon koruptor bisa berhitung, berapa uang yang dia bisa sikat, berapa lama vonis dan berapa lama menjalani pidananya. Sementara itu, uang negara yang hilang tidak dapat dipulihkan. Habis kita kalau begini terus,” keluh ahli hukum lulusan Universitas Groningen Belanda tersebut.
PSI mengusulkan adanya aturan yang membatasi pemberian vonis rendah dan pengurangan hukuman bagi terpidana kasus korupsi. PSI juga mengusung politik bersih yang mensyaratkan pembatasan bagi mantan terpidana tipikor untuk kembali berkiprah di ruang publik.
“Memang harus dilawan sistemik juga. UU Tipikor harus diperbaharui. Ada sentencing guidelines dan sistem pemantauan khusus terpidana korupsi yang dapat diakses publik. Gak bisa business as usual kalau mau serius melawan korupsi,” tutup Bimmo.